Selasa, 20 Maret 2012

EKONOMI

Politikus Demokrat: Harga BBM Naik, Kebijakan Cerdas

Polhukam / Selasa, 20 Maret 2012 16:45 WIB
Metrotvnews.com, Jakarta: Kenaikan harga bahan bakar minyak pada 1 April nanti merupakan kebijakan cerdas. Sebab, masyarakat miskin akan menikmati manfaat lebih besar jika harga BBM tidak disubsidi. Hal itu dikatakan Ketua DPP Partai Demokrat Departemen Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Didik Muriyanto di Jakarta, Selasa (20/3).

Didik mengatakan, masyarakat miskin bukan konsumen terbesar BBM bersubsidi. Selain itu, kenaikan harga BBM tidak bisa dihindarkan. Sebab, selama ini harga BBM subsidi Rp4.500 per liter, jauh lebih rendah daripada harga pokok. Akibatnya, pemerintah harus menambal kekurangan itu dengan subsidi dari APBN.

“Dalam APBN 2012, asumsi harga minyak mentah Indonesia US$ 90/barrel sebagai patokan. Faktanya, selama Februari rata-rata harga minyak mentah US$ 122,17/barrel. Sedangkan konsumsi BBM meningkat 35,8 juta kiloliter pada 2010 menjadi 38,5 juta kiloliter pada 2011. Akibatnya, subsidi untuk BBM sepanjang 2012 akan melonjak dari Rp123,6 triliun menjadi Rp191,1 triliun,” jelas Didik kepada wartawan, Selasa (20/3).

Didik menjelaskan, tidak ada cara yang lebih bijak kecuali menyesuaikan harga BBM untuk mengurangi subsidi. Kemudian mengalihkan subsidi dalam bentuk Bantuan Langsung Sementara Masyarakat. Karena itu, pinta Didik, semua pihak harus memahami komprehensif agar bisa merasakan nuansa kebatinan perekonomian nasional.

“Kalau ada pihak yang menentang kebijakan penyesuaian harga BBM dengan tetap mengedepankan kepentingan rakyat miskin, apalagi melakukan sebuah ancaman untuk menurunkan pemerintah yang sah adalah sebuah tindakan yang tidak bertanggung jawab dan wajib hukumnya dilakukan perlawanan dan tindakan konkrit,” tegas Didik.(Andhini)

Minggu, 18 Maret 2012

PENDIDIKAN


Urgensi Pendidikan Karakter
Prof . Suyanto Ph.D

Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.

Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. 

Amanah UU Sisdiknas tahun 2003 itu bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama. 

Pendidikan yang bertujuan melahirkan insan cerdas dan berkarakter kuat itu, juga pernah dikatakan Dr. Martin Luther King, yakni; intelligence plus character... that is the goal of true education (kecerdasan yang berkarakter... adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya).

Memahami Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif.

Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.

Terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu: pertama, karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; kedua, kemandirian dan tanggungjawab; ketiga, kejujuran/amanah, diplomatis; keempat, hormat dan santun; kelima, dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama; keenam, percaya diri dan pekerja keras; ketujuh, kepemimpinan dan keadilan; kedelapan, baik dan rendah hati, dan; kesembilan, karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan. 

Kesembilan pilar karakter itu, diajarkan secara sistematis dalam model pendidikan holistik menggunakan metode knowing the good, feeling the good, dan acting the good. Knowing the good bisa mudah diajarkan sebab pengetahuan bersifat kognitif saja. Setelah knowing the good harus ditumbuhkan feeling loving the good, yakni bagaimana merasakan dan mencintai kebajikan menjadi engine yang bisa membuat orang senantiasa mau berbuat sesuatu kebaikan. Sehingga tumbuh kesadaran bahwa, orang mau melakukan perilaku kebajikan karena dia cinta dengan perilaku kebajikan itu. Setelah terbiasa melakukan kebajikan, maka acting the good itu berubah menjadi kebiasaan.

Dasar pendidikan karakter ini, sebaiknya diterapkan sejak usia kanak-kanak atau yang biasa disebut para ahli psikologi sebagai usia emas (golden age), karena usia ini terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4 tahun. Peningkatan 30% berikutnya terjadi pada usia 8 tahun, dan 20% sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua. Dari sini, sudah sepatutnya pendidikan karakter dimulai dari dalam keluarga, yang merupakan lingkungan pertama bagi pertumbuhan karakter anak. 

Namun bagi sebagian keluarga, barangkali proses pendidikan karakter yang sistematis di atas sangat sulit, terutama bagi sebagian orang tua yang terjebak pada rutinitas yang padat. Karena itu, seyogyanya pendidikan karakter juga perlu diberikan saat anak-anak masuk dalam lingkungan sekolah, terutama sejak play group dan taman kanak-kanak. Di sinilah peran guru, yang dalam filosofi Jawa disebut digugu lan ditiru, dipertaruhkan. Karena guru adalah ujung tombak di kelas, yang berhadapan langsung dengan peserta didik.

Dampak Pendidikan Karakter
Apa dampak pendidikan karakter terhadap keberhasilan akademik? Beberapa penelitian bermunculan untuk menjawab pertanyaan ini. Ringkasan dari beberapa penemuan penting mengenai hal ini diterbitkan oleh sebuah buletin, Character Educator, yang diterbitkan oleh Character Education Partnership. 

Dalam buletin tersebut diuraikan bahwa hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dari University of Missouri- St. Louis, menunjukan peningkatan motivasi siswa sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukkan adanya penurunan drastis pada perilaku negatif siswa yang dapat menghambat keberhasilan akademik.

Sebuah buku yang berjudul Emotional Intelligence and School Success (Joseph Zins, et.al, 2001) mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi. 

Hal itu sesuai dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia pra-sekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya para remaja yang berkarakter akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks bebas, dan sebagainya.

Beberapa negara yang telah menerapkan pendidikan karakter sejak pendidikan dasar di antaranya adalah; Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Korea. Hasil penelitian di negara-negara ini menyatakan bahwa implementasi pendidikan karakter yang tersusun secara sistematis berdampak positif pada pencapaian akademis. 

Seiring sosialisasi tentang relevansi pendidikan karakter ini, semoga dalam waktu dekat tiap sekolah bisa segera menerapkannya, agar nantinya lahir generasi bangsa yang selain cerdas juga berkarakter sesuai nilai-nilai luhur bangsa dan agama.* 

Rabu, 07 Maret 2012

MARAKNYA PERKADERAN HMI se INDONESIA

by: Abdul Munir Sara


REP | 08 February 2012
1328674887308758110
Gubernur NTT Drs. Frans Leburaya pada Acara Pembukaan Intermediate Training Tingkat Nasional HMI Cabang Kupang (05/02/2012)
Dalam dua bulan ke depan ini, sekitar 20 an HMI Cabang di Indonesia  melakukan Latihan Kader II (Intermediate Training). Dengan semakin masifnya HMI melakukan perkaderan ini, sebagai pertanda, dinamika keorganisasian terus digenjot. Hal inilah yang saya tangkap, ketika menjadi salah satu narasumber pada Latihan Kader II HMI Cabang Kupang. Acara yang dihadiri 45 peserta dari berbagai Cabang itu, berjalan dengan khidmat dengan struktur kurikulum yang apik serta dengan pengelola training yang handal.
Sebagai narasumber materi Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP), banyak hal yang mestinya saya sampaikan, namun padatnya content yang tidak sebanding dengan waktu yang tersedia, membuat materi NDP terpaksa disampaikan singkat dan padat. Namun yang menjadi penekanan saya adalah, pentingnya meletakkan NDP dalam kontelasi ummat dan bangsa.
Selama ini, NDP HMI seakan terpenjara pada jastifikasi teologi. Akibatnya, NDP nyaris tak tersentuh, akibat penuh_sesaknya tafsir teologi dalam teks ideologi HMI tersebut. Padahal dalam hemat saya, NDP mestinya menjadi nilai yang hidup dan senantiasa bersintesa dengan praksis multidimensional kehidupan.
OLehnya itu dalam beberapa kesempatan, saya juga sering menyerukan, agar perlunya dekonsentrasi terhadap kurikulum NDP. Dengan maksud, konstruksi metodologi NDP bisa mengalami otentifikasi dengan tempat dimana setiap kader HMI berada.
Konstruksi teologi di NTT, tentu beda dengan HMI di daerah lainnya. Untuk kader HMI di Nusa Tenggara Timur (NTT) misalnya, konstruksi teologi mestinya berbasiskan semangat pluralisme. Esensi ketuhanan pun demikian, senantiasa berpijak pada kondisi realitas objektif dan produk nilai sosiologis lainnya.
Manifestasi pemahaman NDP di NTT, harus bisa menjawab dilema kemiskinan dan keterbelakangan di NTT. Olehnya itu, proses kristalisasi esensi ketuhanan dalam NDP dilakukan dengan kecerdasan soiologis yang mumpuni.
Selama ini, kader HMI cenderung menagkap pesan NDP dengan kesadaran supranatural. Sementara di dunia nyata, tidak sedikit kader HMI yang gagap dalam menyikapi godaan kekuasaan dan pangkat. Akibatnya, tak sedikit juga kader HMI yang terkubang dalam demoralisasi dan koruptif.
Olehnya itu, ketika saya diminta menjadi salah satu narasumber LK II HMI Cabang Kupang, saya minta pada panitia, agar materi saya spesifik terkait objektifikasi Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI. Tentu penekanan judul yang demikian, agar persepsi ketuhanan HMI tidak harus terelitisasi dalam mind-set kader HMI. Tuhan yang sulit disentuh oleh pikiran, dan Tuhan yang sulit diturunkan ke bumi (melangit).
Saya menaruh perhatian besar pada kader HMI. Bahwa  dari waktu ke waktu lapisan basis perkaderan HMI semakin kuat. Jumlah Cabang pun dari waktu ke waktu terus bertambah. Kedepan saya berharap, HMI semakin bisa memoderasi institusi serta basis ideologinya. Jayalah HMI. []