Rabu, 26 Juni 2013

Dunia Film



FILM

1.      Pengertian Film
Menurut Kamus Besar Bahasa Indoesia, film dapat diartikan dalam dua pengertian. Yang pertama, film merupakan sebuah selaput tipis berbahan seluloid yang digunakan untuk menyimpan gambar negatif dari sebuah objek. Yang kedua, film diartikan sebagai lakon atau gambar hidup. Dalam konteks khusus, film diartikan sebagai lakon hidup atau gambar gerak yang biasanya juga disimpan dalam media seluloid tipis dalam bentuk gambar negatif. Meskipun kini film bukan hanya dapat disimpan dalam media selaput seluloid saja. Film dapat juga disimpan dan diputar kembali dalam media digital.[1]
2.      Sejarah dan Perkembangan Film
Sejarah film tidak bisa lepas dari sejarah fotografi. Dan sejarah fotografi tidak bisa lepas dari peralatan pendukungnya, seperti kamera. Kamera pertama di dunia ditemukan oleh seorang Ilmuwan Muslim, Ibnu Haitham. Fisikawan ini pertama kali menemukan Kamera Obscura dengan dasar kajian ilmu optik menggunakan bantuan energi cahaya matahari. Mengembangkan ide kamera sederhana tersebut, mulai ditemukan kamera-kamera yang lebih praktis, bahka inovasinya demikian pesat berkembang sehingga kamera mulai bisa digunakan untuk merekam gambar gerak.
Ide dasar sebuah film sendiri, terfikir secara tidak sengaja. Pada tahun 1878 ketika beberapa orang pria Amerika berkumpul dan dari perbincangan ringan menimbulkan sebuah pertanyaan : “Apakah keempat kaki kuda berada pada posisi melayang pada saat bersamaan ketika kuda berlari?" Pertanyaan itu terjawab ketika Eadweard Muybridge membuat 16 frame gambar kuda yang sedang berlari. Dari 16 frame gambar kuda yang sedang berlari tersebut, dibuat rangkaian gerakan secara urut sehingga gambar kuda terkesan sedang berlari. Dan terbuktilah bahwa ada satu momen dimana kaki kuda tidak menyentuh tanah ketika kuda tengah berlari kencang Konsepnya hampir sama dengan konsep film kartun. Gambar gerak kuda tersebut menjadi gambar gerak pertama di dunia. Dimana pada masa itu belum diciptakan kamera yang bisa merekam gerakan dinamis. Setelah penemuan gambar bergerak Muybridge pertama kalinya, inovasi kamera mulai berkembang ketika Thomas Alfa Edison mengembangkan fungsi kamera gambar biasa menjadi kamera yang mampu merekam gambar gerak pada tahun 1988, sehingga kamera mulai bisa merekam objek yang bergerak dinamis. Maka dimulailah era baru sinematografi yang ditandai dengan diciptakannya sejenis film dokumenter singkat oleh Lumière Bersaudara. Film yang diakui sebagai sinema pertama di dunia tersebut diputar di Boulevard des Capucines, Paris, Prancis dengan judul Workers Leaving the Lumière's Factory pada tanggal 28 Desember 1895 yang kemudian ditetapkan sebagai hari lahirnya sinematografi. Film Inaudibel yang hanya berdurasi beberapa detik itu menggambarkan bagaimana pekerja pabrik meninggalkan tempat kerja mereka disaat waktu pulang.
Pada awal lahirnya film, memang tampak belum ada tujuan dan alur cerita yang jelas. Namun ketika ide pembuatan film mulai tersentuh oleh ranah industri, mulailah film dibuat lebih terkonsep, memiliki alur dan cerita yang jelas. Meskipun pada era baru dunia film, gambarnya masih tidak berwarna alias hitam-putih, dan belum didukung oleh efek audio. Ketika itu, saat orang-orang tengah menyaksikan pemutaran sebuah film, akan ada pemain musik yang mengiringi secara langsung gambar gerak yag ditampilkan di layar sebagai efek suara.[2]
a.       Klasifikasi Film
Seiring berkembangnya dunia perfilman, semakin banyak film yang diproduksi dengan corak yang berbeda-beda. Secara garis besar, film dapat diklasifikasikan berdasarkan cerita, orientasi pembuatan, dan berdasarkan genre.
Berdasarkan cerita, film dapat dibedakan antara film Fiksi dan Non-Fiksi. Fiksi merupakan film yang dibuat berdasarkan imajinasi manusia, dengan kata lain film ini tidak didasarkan pada kejadian nyata. Kemudian film Non-Fiksi yang pembuatannya diilhami oleh suatu kejadian yang benar-benar terjadi yang kemudian dimasukkan unsur-unsur sinematografis dengan penambahan efek-efek tertentu seperti efek suara, musik, cahaya, komputerisasi, skenario atau naskah yang memikat dan lain sebagainya untuk mendukung daya tarik film Non-Fiksi tersebut. Contoh film non-fiksi misalnya film The Iron Lady yang diilhami dari kehidupan Margaret Thatcher.
Kemudian berdasarkan orientasi pembuatannya, film dapat digolongkan dalam film Komersial dan Non-Komersial. Film komersial, orientasi pembuatannya adalah bisnis dan mengejar keuntungan. Dalam klasifikasi ini, film memang dijadikan sebagai komoditas industrialisasi. Sehingga film dibuat sedemikian rupa agar memiliki nilai jual dan menarik untuk disimak oleh berbagai lapisan khalayak. Film komersial biasanya lebih ringan, atraktif, dan mudah dimengerti agar lebih banyak orang yang berminat untuk menyaksikannya. Berbeda dengan film non-komersial yang bukan berorientasi bisnis. Dengan kata lain, film non-komersial ini dibuat bukan dalam rangka mengejar target keuntungan dan azasnya bukan untuk menjadikan film sebagai komoditas, melainkan murni sebagai seni dalam menyampaikan suatu pesan dan sarat akan tujuan. Karena bukan dibuat atas dasar kepentingan bisnis dan keuntungan, maka biasanya segmentasi penonton film non-komersial juga terbatas. Contoh film non-komersial misalnya berupa film propaganda, yang dibuat dengan tujuan mempengaruhi pola pikir massal agar sesuai dengan pesan yang berusaha disampaikan. Di Indonesia sendiri contoh film propaganda yang cukup melegenda adalah film G30S/PKI. Atau film dokumenter yang mengangkat suatu tema khusus, misalnya dokumentasi kehidupan flora dan fauna atau dokumentasi yang mengangkat kehidupan anak jalanan, dan lain sebagainya. Selain itu, beberapa film yang memang dibuat bukan untuk tujuan bisnis, justru dibuat dengan tujuan untuk meraih penghargaan tertentu di bidang perfilman dan sinematografi. Film seperti ini biasanya memiliki pesan moral yag sangat mendalam, estetika yang diperhatikan detail-detailnya, dengan skenario yang disusun sedemikian rupa agar setiap gerakan dan perkataannya dapat mengandung makna yang begitu kaya. Film seperti ini biasanya tidak mudah dicerna oleh banyak orang, karena memang sasaran pembuatannya bukan berdasarkan tuntutan pasar. Seni, estetika, dan makna merupakan tolok ukur pembuatan film seperti ini. Contohnya di Indonesia seperti film Pasir Berbisik yang di produseri oleh Christine Hakim dan Daun di Atas Bantal yang berkisah mengenai kehidupan anak jalanan.
Kemudian klasifikasi berdasarkan genre film itu sendiri. Terdapat beragam genre film yang biasa dikenal masyarakat selama ini, diantaranya adalah action, komedi, drama, petualangan, epik, musikal, perang, science fiction, pop, horror, gangster, thriller, fantasi, dan disaster/bencana.
b.      Industrialisasi Film
Terdapat delapan delapan produser film raksasa yang selama ini sudah merajai industri perfilman dunia, diantaranya Columbia, Fox, MGM, Paramount, Universal, Warner Brothers, Buena Vista (Disney) dan TriStar (Sony).
Mereka merupakan bagian dari integrasi vertikal konglomerasi yang mendominasi distribusi dan produksi film. Masing-masing perusahaan memiliki kemampuan untuk memproduksi 15 hingga 25 film setiap tahun. Namun sesungguhnya perusahaan produksi film tersebut telah mengurangi produktivitasnya dengan memproduksi lebih sedikit film pada kisaran tahun 2008-2009 dan menjadi lebih konservatif dan berhati-hati dalam segala keputusan distribusi dan produksi mereka. Sekarang, perusahaan besar berani menginvestasikan rata-rata sekitar US$ 66.000.000 perfilm, ditambah biaya pengiklanan dan promosi sekitar rata-rata US$ 36.000.0000.
Nama-nama aktor dan sutradara papan atas juga menjadi perhitungan sumber profit mereka yang dipersentasikan melalui permintaan pasar. Nama besar aktor seperti Johnny Depp misalnya, yang mampu menghasilkan US$ 50.000.000 pada akhir kesusksesan sebuah film serta tambahan keuntungan sekitar US$ 20.000.000 hanya dengan penampilannya saja. Maka angka pertaruhannya sangat tinggi, sehingga tuntutan untuk mampu memproduksi film-film big hits menjadi sangat besar.
Sebuah perusahaan muda, DreamWorks, yang dirintis oleh Steven Spielberg pada 1995 kini juga sudah menuai sukses dalam bidang film animasi, namun masih harus menghadapi persaingan ketat dalam pangsa yang lain. Kesuksesan produksi film Shrek dan Madagascar kontan menjadikan DreamWorks sebagai kompetitor yang layak diperhitungkan oleh PixarStudio, yang memproduksi film-film animasi populer, terutama film-film animasi keluaran Disney.
c.       Produksi Film Independen
Kebanyakan film keluaran tahun 2009 tidak lagi hanya diproduksi dalam studio. Banyak yang mulai memproduksi film-film independen (indie). Meski begitu, jarang dari mereka yang sukses didistribusikan ke pasaran. Sekitar 900 film independen diproduksi di Amerika pada tahun 2009. Namun hanya 500 film diantaranya yang benar-benar didistribusikan dan dipasarkan. Jadi, bagi sutradara film-film indie sendiri, target utamanya adalah berhasil mendistribusikan film mereka. Soal finansial, film indie biasanya tidak memakai terlalu banyak biaya. Sehingga keuntungan finansial bukan menjadi target utama pembuatan film indie.[3]
d.      Sejarah Film di Indonesia
Film pertama yang dibuat pertama kalinya di Indonesia adalah film bisu tahun 1926 yang berjudul Loetoeng Kasaroeng dan dibuat oleh sutradara Belanda G. Kruger dan L. Heuveldorp. Saat film ini dibuat dan dirilis, negara Indonesia belum ada dan masih merupakan Hindia Belanda, wilayah jajahan Kerajaan Belanda. Film ini dibuat dengan didukung oleh aktor lokal oleh Perusahaan Film Jawa NV di Bandung dan muncul pertama kalinya pada tanggal 31 Desember, 1926 di teater Elite and Majestic, Bandung.
Setelah sutradara Belanda memproduksi film lokal, berikutnya datang Wong bersaudara yang hijrah dari industri film Shanghai. Awalnya hanya Nelson Wong yang datang dan menyutradarai Lily van Java (1928) pada perusahaan South Sea Film Co. Kemudian kedua adiknya Joshua dan Otniel Wong menyusul dan mendirikan perusahaan Halimoen Film.
Sejak tahun 1931, pembuat film lokal mulai membuat film bicara. Percobaan pertama antara lain dilakukan oleh The Teng Chun dalam film perdananya Bunga Roos dari Tjikembang (1931) akan tetapi hasilnya amat buruk. Beberapa film yang lain pada saat itu antara lain film bicara pertama yang dibuat Halimoen Film yaitu Indonesie Malaise (1931).
Pada awal tahun 1934, Albert Balink, seorang wartawan Belanda yang tidak pernah terjun ke dunia film dan hanya mempelajari film lewat bacaan-bacaan, mengajak Wong Bersaudara untuk membuat film Pareh dan mendatangkan tokoh film dokumenter Belanda, Manus Franken, untuk membantu pembuatan film tersebut. Oleh karena latar belakang Franken yang sering membuat film dokumenter, maka banyak adegan dari film Pareh menampilkan keindahan alam Hindia Belanda. Film seperti ini rupanya tidak mempunyai daya tarik buat penonton film lokal karena dalam kesehariannya mereka sudah sering melihat gambar-gambar tersebut. Balink tidak menyerah dan kembali membuat perusahaan film ANIF (Gedung perusahaan film ANIF kini menjadi gedung PFN, terletak di kawasan Jatinegara) dengan dibantu oleh Wong bersaudara dan seorang wartawan pribumi yang bernama Saeroen. Akhirnya mereka memproduksi membuat film Terang Boelan (1934) yang berhasil menjadi film cerita lokal pertama yang mendapat sambutan yang luas dari kalangan penonton kelas bawah.
Hari Film Nasional diperingati oleh insan perfilman Indonesia setiap tanggal 30 Maret karena pada tepatnya tanggal 30 Maret 1950 adalah hari pertama pengambilan gambar film Darah & Doa atau Long March of Siliwangi yang disutradarai oleh Usmar Ismail. Hal ini disebabkana karena film ini dinilai sebagai film lokal pertama yang bercirikan Indonesia. Selain itu film ini juga merupakan film pertama yang benar-benar disutradarai oleh orang Indonesia asli dan juga diproduksi oleh perusahaan film milik orang Indonesia asli yang bernama Perfini (Perusahaan Film Nasional Indonesia) dimana Usmar Ismail tercata juga sebagai pendirinya.[4]
3.      Karakteristik Film
Faktor-faktor yang dapat menunjukkan karakteristik film adalah layarlebar, pengambilan gambar, konsentrasi penuh, dan identifikasi psikologis.
a.    Layar yang luas / lebar.
Film dan Televisi sama-sama menggunakan layar, namun kelebihan media film adalah layarnya yang berukuran luas. Meskipun saat ini ada layar televisi yang berukuran jumbo, itu digunakan pada saat-saat khusus dan biasanya diruangan terbuka, seperti dalam pertunjukan musik dan sejenisnya. Layar film yang luas telah memberikan keleluasan penontonnya untuk melihat adegan-adegan yang disajikan dalam film. Apalagi dengan adanya kemajuan tekhnologi, layar film di bioskop-bioskop pada umumnya sudah tiga dimensi, sehingga penonton seolah-olah melihat kejadian nyata dan tidak berjarak.
b.    Pengambilan gambar.
Sebagai konsekuensi layar lebar, maka pengambilan gambar atau shot dalam film bioskop memungkinkan dari jarak jauh atau extreme long shot, dan panoramic shot, yakni pengambilan pemandangan  menyeluruh. Shot tersebut dipakai untuk memberikan kesan artistik dan suasana yang sesungguhnya, sehingga film menjadi lebih menarik. Perasaan kita akan tergugah melihat seseorang ( pemain film ) sedang berjalan di gurun pasir pada tengah hari  yang amat panas. Manusia yang berjalan tersebut terlihat bagai benda kecil yang bergerak ditengah luasnya padang pasir. Disamping itu, melalui panaromic shot  kita sebagai penonton dapat memperoleh sedikit gambaran, bahkan mungkin gambaran yang cukup tentang daerah tertentu yang dijadikan lokasi film sekalipun kita belum pernah berkunjung ke tempat tersebut. Misalnya, kita dapat mengetahui  suasana sekitar menara Effiel di paris, air terjun niagara di Amerika serikat dan lain-lain. Sebaliknya pengambilan gambar pada televisi lebih sering dari jarak dekat.
c.    Konsentrasi penuh.
Dari pengalaman kita masing-masing, di saat kita menonton film di bioskop, bila tempat duduk sudah penuh atau waktu main sudah tiba, pintu-pintu di tutup, lampu dimatikan, nampak di depan kita layar luas dengan gambar-gambar cerita film tersebut.
Kita semua terbebas dari gangguan hiruk piruknya suara di luar karena biasanya ruangan kedap suara. Semua mata hanya tertuju pada layar, sementara pikiran perasaan kita tertuju pada alur cerita. Dalam keadaan demikian emosi kita juga terbawa suasana, kita akan tertawa terbahak-bahak manakala adegan film lucu, atau sedikit senyumdikulum apabila ada adegan yang menggelitik. Namun dapat pula kita menjerit ketakutan bila adegan menyaramkan ( biasanya anak-anak) dan bahkan menangis melihat adegan menyedihkan. Bandingkan sekarang bila kita menonton televisi di rumah, selain lampu yang tidak dimatikan, orang-orang disekeliling kita berkomentar atau hilir mudik mengambil minuman dan makanan, atau sedang melihat adegan seru tiba-tiba pesawat telepon berbunyi atau bel rumah berbunyi karena ada tamu, di tambah lagi dengan selingan iklan.
d.   Identifikasi psikologis.
Kita semua dapat merasakan bahwa suasana di gedung bioskop telah membuat pikiran dan perasaan kita larut dalam cerita yang disajikan. Karena penghayatan kitayang amat mendalam, seringkali secara tidak sadar kita menyamakan ( mengidentifikasikan ) pribadi kita dengan salah seorang pemeran dalam film itu, sehingga seolah-olah kitalah yang sedang berperan. Gejala ini menurut ilmu jiwa sosial disebut sebagai identifikasi psikologis ( Effendi, 1981: 192.
Pengaruh film terhadap jiwa manusia ( penonton ) tidak hanya sewaktu atau selama duduk digedung bioskop, tetapiterus sampai waktu yang cukup lama, misalnya peniruan terhadap cara berpakaian atau model rambut, hal ini disebut sebagai imitasi. Kategori penonton yang mudh terpengaruh itu biasanya adalah anak-anak dan generasi muda, meski kadang-kadang orang dewasa pun ada. Ingatan kita masih segar tatkala kaum wanita di seluruh dunia mengikutimode rambut ala demi moore dalam film ghost, terlepas cocok tidaknya dengan wajah dan postur tubuh mereka.[5]
4.      Unsur-unsur Film
Menurut Kusnawan et. Al. bahwa ada beberapa unsur film
a.       Title (judul)
b.      Crident titlt, meliputi produser, karyawan, artis, ucapan terimakasih dll
c.       Tema film
d.      Intrik, yaitu usaha pemeranan film untik mencapai  tujuan
e.       Klimaks, yaitu benturan antara kepentingan
f.       Plot, alur cerita

5.      Fungsi Film
Seperti halnya tv, film di produksi untuk memberikan hiburan kepada pemirsa. Akan tetapi film dapat terkandung fungsi informative maupun edukatif,  bahkan persuasive. Hal ini sejalan dengan funsi perfilman, bahwa selalin sabagai media hiburan, film juga dugunakan sebagai media edukatif untuk pembinaan generasi muda dalam rangka nation and character building ( effendi, 2000: 2012).[6]
6.      Jenis-jenis Film
a.       Film cerita
Film cerita (story film) adalah jenis film yang mengandung suatu cerita yang lazim dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop dengan  bintang folm tenar dan film ini didistribusikan sebagai barang dagangan.
Cerita yang di angkat dalam film cerita biasanya berupa cerita fiktif atau berdasarkan kisah nyata yang di modifikasi, sehingga ada unsur menarik, baik dari segi alur ceritanya maupun dari segi gambar artistiknya, missal, film janur kuning, serangan umum 1 maret dll.
b.      Film berita
Filn berita atau newsreel adalah film mengenai fakta, peristiwa yang benar-benar terjadi.karna sifatnya berita, mala film yang disajikan kepada public harus mengandung nilai-nilai berita (news value). Kriteria berita itu adalah penting dan menarik. Jadi berita juga harus penting atau menarik atau penting sekaligus menarik. Film berita biasanya bisu, pembaca berita yang membacakan narasinya. Bagi peristiwa- peristiwa tertentu, peran, kerusuhan, pemberontakan dan lain sebagaimya film berita yang di hasilkan kurang baik. Dalam hal terpenting adalah peristiwana terekam secara utuh.
c.       Film documenter
Film documenter (documenter film) di definisika oleh Robert Flaherty sebagaimana di kutip oleh Andianto dan Erdianaya ( 2004: 137-139) adalah karya ciptaan mengenai kenyataan ( creative treatmen of actuality).
Berbeda dengan film berita yang merupakan rekaman kenyataan, maka film documenter meripakan hasil interpretasi pribadi (pembutnya) mengenai kenyataan tersebut. Misalnya, seorang sutradara ingin membuat film documenter mengenai para pembatik  di kota Pekalongan, maka ia akan menbuat naskah yang ceritanya bersumber pada kegiatan para pembatik sehari-hari dan sedikit merekayasanya agar dapat menghasilkan kualits film cerita dengan gambar yang baik.
d.      Film kartun
Film kartun ( cartoon film) di buat untuk konsumsi anak-anak. Dapat di pastikan, kita semua mengenal tokoh donal bebek, putri salju, miki mouse, yang di ciptakan oleh seniman Amerika Serikat Walt Disney.[7]
7.      Performa Film
Performa film sangat dipengaruhi oleh proses pembuatan film. Sebelum pemakalah mengurai lebih dalam megenai performa film, pemakalah akan memaparkan terlebih dahulu mengenai proses pembuatan film.
Proses pembuatan film melalui tiga tahap; pra produksi, produksi, dan pasca produksi. Tiga hal ini tidak melulu harus berurutan seperti diatas, bisa dibolak-balik tergantung kebutuhan pengerjaan film. Pra produksi mencakup penulisan ide sampai menyiapkan sinopsis atau cerita. Kemudian tahap produksi (syuting) akan melaksanakan semua yang sudah dipersiapkan pra produksi. Dan yang terakhir adalah pasca produksi yang akan merangkai semua yang ada dari pra produksi dan produksi. Proses yang paling berat adalah pra produksi, bahkan sering dikatakan ketika pra produksi selesai maka film itu sudah 70% jalan dan kedua proses selanjutnya tinggal melanjutkan 30%.
Melewati proses pembuatan film, Alex Sihar dari Konfiden membawa forum ke pembahasan selanjutnya, yaitu film sebagai media. Film dapat dikategorikan sebagai sebuah media dengan membawa seni paling banyak (seni suara, musik, drama, menulis, lukisan, dan fotografi) yang dicecap oleh hampir semua indera manusia.
Film menjadi media yang sangat berpengaruh, melebihi media-media yang lain, karena secara audio dan visual dia bekerja sama dengan baik dalam membuat penontonnya tidak bosan dan lebih mudah mengingat, karena formatnya yang menarik.[8]
Selanjutnya, pengertian kinerja dalam film merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan film  yang telah ditetapkan. Hasil kerja (performance)  secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang actor maupun artis dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja atau performance, menurut Gibson (1987) ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja seseorang dalam pembuatan film :
1.      Faktor individu: kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman tingkat sosial dan demografi seseorang.
2.      Faktor psikologis: persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja
3.      Faktor organisasi : struktur organisasi, desain pekerjaan, sistem penghargaan (reward system).
Disisi lain, performance juga mengandung dua komponen penting yaitu :
1.   Kompetensi berarti individu atau organisasi memiliki kemampuan untuk mengidentifikasikan tingkat kinerjanya.
2.   Produktifitas: kompetensi tersebut diatas dapat diterjemahkan kedalam tindakan atau kegiatan-kegiatan yang tepat untuk mencapai hasil kinerja (outcome).
Dari berbagai pengertian tersebut diatas, pada dasarnya performance menekankan apa yang dihasilkan dari fungsi-fungsi suatu pekerjaan atau apa yang keluar (out-come).
Berdasarkan penjabaran diatas, performance memiliki beberapa karakteristik, yaitu:
a.       Performance  adalah kinerja.
b.      Performance  tidak mempunyai aturan atau pedoman. Performance  murni bagian dariseni.
c.       Performance tidak untuk dijual. Mungkin, tetapi bagaimanapun menjual tiket dan film merupakan hak artist.
Perfomance film  juga merupakan sebagai bentuk perlawanan terhadap kemapanan seni  peran yang hanya dapat dikonsumsi oleh segelintir orang kaya dan penguasa. Mereka mencoba meretas batas-batas wilayah konvensi-konvensi bentuk kesenian yang telah ada, seperti seni lukis, seni patung, seni cetak, seni musik, dan seni teater, dengan cara mencampurkan semua bentuk kesenian tersebut pada seni pertunjukan. Dengan menggunakan tubuh sebagai medium, akhirnya performance art ini seperti melakukan dematerialisasi dalam seni.[9]
8.      Target Market
Globalisasi merupakan hal yang tidak bisa dihindari oleh siapa pun. Dengan adanya globaisasi menjadikan masyarakat menjadi lebih plural dan beragam, sehingga konsumsi media yang dibutuhkan masyarakat pun berbeda-beda sesuai dengan kebutuhannya. Dengan adanya hal tersebut dan juga banyaknya jenis film, maka produser film harus menentukan target pasarnya agar pesan dan nilai yang terkandung dalam sebuah fim dapat tersampaikan dan diterima dengan baik.
Dalam dunia perfilman, pasti produser sudah menentukan target marketnya ketika film masih dalam proses pra produksi. Mereka biasanya menggunakan simbol untuk membedakan target marketnya, seperti: R (remaja), D (dewasa), BO (bimbingan orang tua), RBO (remaja dan bimbingan orang tua), dan SU (semua umur).[10]
9.      Kelebihan dan Kekurangan Film
Dengan banyaknya jenis film dan pengaruh dari psikoloi dari masing-masing individu, film tentunya memiliki kekurangan dan kelebihan, diataranya adalah sebagai berikut:
a.    Kelebihan
1.    Film dapat menampilkan kembali masa lalu dan menyajikan kembali kejadian-kejadian sejarah yang lampau
2.    Film dapat menyajikan baik teori maupun praktek dari yang bersifat umum kekhusus atau sebaliknya
3.    Film memikat perhatian masyarakat
4.    Film mampu memberikan hiburan yang lebih
5.    Film mudah dinikmati masyarakat
6.    Film mampu mempengaruhi penontonnya
7.    Pesan yang disampaikan lebih mudah diterima
b.    Kekurangan
1.    Harga atau biaya produksi relative mahal
2.    Film tidak dapat mencapai semua tujuan pembelajaran
3.    Membutuhkan waktu yang lama dalam proses pembuatan
A.  KESIMPULAN
1.    Pengertian Film
Menurut Kamus Besar Bahasa Indoesia, film dapat diartikan dalam dua pengertian. Yang pertama, film merupakan sebuah selaput tipis berbahan seluloid yang digunakan untuk menyimpan gambar negatif dari sebuah objek. Yang kedua, film diartikan sebagai lakon atau gambar hidup. Dalam konteks khusus, film diartikan sebagai lakon hidup atau gambar gerak yang biasanya juga disimpan dalam media seluloid tipis dalam bentuk gambar negatif. Meskipun kini film bukan hanya dapat disimpan dalam media selaput seluloid saja. Film dapat juga disimpan dan diputar kembali dalam media digital.
2.    Sejarah dan Perkembangan Film
Pada awal lahirnya film, memang tampak belum ada tujuan dan alur cerita yang jelas. Namun ketika ide pembuatan film mulai tersentuh oleh ranah industri, mulailah film dibuat lebih terkonsep, memiliki alur dan cerita yang jelas. Meskipun pada era baru dunia film, gambarnya masih tidak berwarna alias hitam-putih, dan belum didukung oleh efek audio. Ketika itu, saat orang-orang tengah menyaksikan pemutaran sebuah film, akan ada pemain musik yang mengiringi secara langsung gambar gerak yag ditampilkan di layar sebagai efek suara
a.    Klasifikasi Film
Seiring berkembangnya dunia perfilman, semakin banyak film yang diproduksi dengan corak yang berbeda-beda. Secara garis besar, film dapat diklasifikasikan berdasarkan cerita, orientasi pembuatan, dan berdasarkan genre.
b.    Industrialisasi Film
Terdapat delapan delapan produser film raksasa yang selama ini sudah merajai industri perfilman dunia, diantaranya Columbia, Fox, MGM, Paramount, Universal, Warner Brothers, Buena Vista (Disney) dan TriStar (Sony).
c.    Produksi Film Independen
Kebanyakan film keluaran tahun 2009 tidak lagi hanya diproduksi dalam studio. Banyak yang mulai memproduksi film-film independen (indie). Meski begitu, jarang dari mereka yang sukses didistribusikan ke pasaran. Bagi sutradara film-film indie sendiri, target utamanya adalah berhasil mendistribusikan film mereka. Soal finansial, film indie biasanya tidak memakai terlalu banyak biaya. Sehingga keuntungan finansial bukan menjadi target utama pembuatan film indie.
d.   Sejarah Film di Indonesia
Hari Film Nasional diperingati oleh insan perfilman Indonesia setiap tanggal 30 Maret karena pada tepatnya tanggal 30 Maret 1950 adalah hari pertama pengambilan gambar film Darah & Doa atau Long March of Siliwangi yang disutradarai oleh Usmar Ismail. Hal ini disebabkana karena film ini dinilai sebagai film lokal pertama yang bercirikan Indonesia. Selain itu film ini juga merupakan film pertama yang benar-benar disutradarai oleh orang Indonesia asli dan juga diproduksi oleh perusahaan film milik orang Indonesia asli yang bernama Perfini (Perusahaan Film Nasional Indonesia) dimana Usmar Ismail tercata juga sebagai pendirinya.
3.    Karakteristik Film
Faktor-faktor yang dapat menunjukkan karakteristik film adalah layarlebar, pengambilan gambar, konsentrasi penuh, dan identifikasi psikologis.
4.    Unsur-unsur Film
Menurut Kusnawan et. Al. bahwa ada beberapa unsur film
a.       Title (judul)
b.      Crident titlt, meliputi produser, karyawan, artis, ucapan terimakasih dll
c.       Tema film
d.      Intrik, yaitu usaha pemeranan film untik mencapai  tujuan
e.       Klimaks, yaitu benturan antara kepentingan
f.       Plot, alur cerita
5.    Fungsi Film
Seperti halnya tv, film di produksi untuk memberikan hiburan kepada pemirsa. Akan tetapi film dapat terkandung fungsi informative maupun edukatif,  bahkan persuasive. Hal ini sejalan dengan funsi perfilman, bahwa selalin sabagai media hiburan, film juga dugunakan sebagai media edukatif untuk pembinaan generasi muda dalam rangka nation and character building ( effendi, 2000: 2012).
6.    Jenis-jenis Film
a.       Film cerita
b.      Film berita
c.       Film documenter
d.      Film kartun
7.    Performa Film
Proses pembuatan film melalui tiga tahap; pra produksi, produksi, dan pasca produksi.. Proses yang paling berat adalah pra produksi, bahkan sering dikatakan ketika pra produksi selesai maka film itu sudah 70% jalan dan kedua proses selanjutnya tinggal melanjutkan 30%.
Selanjutnya, pengertian kinerja dalam film merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan film  yang telah ditetapkan. Hasil kerja (performance)  secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang actor maupun artis dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Menurut Gibson (1987) ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja seseorang dalam pembuatan film :
1.      Faktor individu: kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman tingkat sosial dan demografi seseorang.
2.      Faktor psikologis: persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja
3.      Faktor organisasi : struktur organisasi, desain pekerjaan, sistem penghargaan (reward system).
Performance mengandung dua komponen penting yaitu :
1.      Kompetensi berarti individu atau organisasi memiliki kemampuan untuk mengidentifikasikan tingkat kinerjanya.
2.      Produktifitas: kompetensi tersebut diatas dapat diterjemahkan kedalam tindakan atau kegiatan-kegiatan yang tepat untuk mencapai hasil kinerja (outcome).
Performance memiliki beberapa karakteristik, yaitu:
a.       Performance  adalah kinerja.
b.      Performance  tidak mempunyai aturan atau pedoman. Performance  murni bagian dariseni.
c.       Performance tidak untuk dijual. Mungkin, tetapi bagaimanapun menjual tiket dan film merupakan hak artist.
8.    Target Market
Dalam dunia perfilman, pasti produser sudah menentukan target marketnya ketika film masih dalam proses pra produksi. Mereka biasanya menggunakan simbol untuk membedakan target marketnya, seperti: R (remaja), D (dewasa), BO (bimbingan orang tua), RBO (remaja dan bimbingan orang tua), dan SU (semua umur).
9.    Kelebihan dan Kekurangan Film
Dengan banyaknya jenis film dan pengaruh dari psikoloi dari masing-masing individu, film tentunya memiliki kekurangan dan kelebihan, diataranya adalah sebagai berikut:
c.    Kelebihan
1.    Film dapat menampilkan kembali masa lalu dan menyajikan kembali kejadian-kejadian sejarah yang lampau
2.    Film dapat menyajikan baik teori maupun praktek dari yang bersifat umum kekhusus atau sebaliknya
3.    Film memikat perhatian masyarakat
4.    Film mampu memberikan hiburan yang lebih
5.    Film mudah dinikmati masyarakat
6.    Film mampu mempengaruhi penontonnya
7.    Pesan yang disampaikan lebih mudah diterima
d.   Kekurangan
1.    Harga atau biaya produksi relative mahal
2.    Film tidak dapat mencapai semua tujuan pembelajaran
3.    Membutuhkan waktu yang lama dalam proses pembuatan


[5] Elvinaro Adrianto, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2004), hal 136-138
[6] Umi Faizah, Muatn Dakwah Dalam Film “ KAFIR” Fakultas Dakwah, 2007 hal 38
[7] Ibid.  hal 41-43
[8] http://egoprakoso.blogspot.com/ 10/05/2012 07.54 WIB
[9] Grain Nugroho, Seni Merayu Massa, Jakarta: Kompas, 2005
[10] Fred Wibowo, Teknik Produksi Program Televisi, Yogyakarta: Pinus, 2007