FILM
1. Pengertian
Film
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indoesia, film dapat diartikan dalam dua pengertian. Yang pertama,
film merupakan sebuah selaput tipis berbahan seluloid
yang
digunakan untuk menyimpan gambar negatif dari sebuah objek. Yang kedua,
film diartikan sebagai lakon atau gambar hidup. Dalam konteks khusus, film
diartikan sebagai lakon hidup atau gambar gerak yang biasanya juga disimpan
dalam media seluloid tipis dalam bentuk gambar negatif. Meskipun kini film
bukan hanya dapat disimpan dalam media selaput seluloid saja. Film dapat juga
disimpan dan diputar kembali dalam media digital.[1]
2. Sejarah
dan Perkembangan Film
Sejarah film tidak bisa
lepas dari sejarah fotografi. Dan sejarah fotografi tidak bisa lepas
dari peralatan pendukungnya, seperti kamera.
Kamera pertama di dunia ditemukan oleh seorang Ilmuwan Muslim, Ibnu Haitham.
Fisikawan ini pertama kali menemukan Kamera Obscura dengan dasar kajian ilmu optik
menggunakan bantuan energi cahaya matahari.
Mengembangkan ide kamera sederhana tersebut, mulai ditemukan kamera-kamera yang
lebih praktis, bahka inovasinya demikian pesat berkembang sehingga kamera mulai
bisa digunakan untuk merekam gambar gerak.
Ide dasar sebuah film
sendiri, terfikir secara tidak sengaja. Pada tahun 1878 ketika beberapa orang
pria Amerika berkumpul dan dari perbincangan ringan menimbulkan sebuah
pertanyaan : “Apakah keempat kaki kuda berada pada posisi melayang pada
saat bersamaan ketika kuda berlari?" Pertanyaan itu terjawab ketika Eadweard Muybridge membuat 16
frame gambar kuda yang sedang berlari. Dari 16 frame gambar kuda yang sedang
berlari tersebut, dibuat rangkaian gerakan secara urut sehingga gambar kuda
terkesan sedang berlari. Dan terbuktilah bahwa ada satu momen dimana kaki kuda
tidak menyentuh tanah ketika kuda tengah berlari kencang Konsepnya hampir sama
dengan konsep film kartun. Gambar gerak kuda tersebut menjadi gambar gerak
pertama di dunia. Dimana pada masa itu belum diciptakan kamera yang bisa
merekam gerakan dinamis. Setelah penemuan gambar bergerak Muybridge pertama
kalinya, inovasi kamera mulai berkembang ketika Thomas Alfa Edison
mengembangkan fungsi kamera gambar biasa menjadi kamera yang mampu merekam
gambar gerak pada tahun 1988, sehingga kamera mulai bisa merekam objek yang
bergerak dinamis. Maka dimulailah era baru sinematografi
yang ditandai dengan diciptakannya sejenis film dokumenter
singkat oleh Lumière Bersaudara. Film yang
diakui sebagai sinema pertama di dunia tersebut diputar di Boulevard des
Capucines, Paris,
Prancis
dengan judul Workers Leaving the
Lumière's Factory pada tanggal 28 Desember 1895 yang
kemudian ditetapkan sebagai hari lahirnya sinematografi. Film Inaudibel
yang hanya berdurasi beberapa detik itu menggambarkan bagaimana pekerja pabrik
meninggalkan tempat kerja mereka disaat waktu pulang.
Pada awal lahirnya
film, memang tampak belum ada tujuan dan alur cerita yang jelas. Namun ketika
ide pembuatan film mulai tersentuh oleh ranah industri, mulailah film dibuat
lebih terkonsep, memiliki alur dan cerita yang jelas. Meskipun pada era baru
dunia film, gambarnya masih tidak berwarna alias hitam-putih, dan belum
didukung oleh efek audio. Ketika itu, saat orang-orang tengah menyaksikan
pemutaran sebuah film, akan ada pemain musik yang mengiringi secara langsung
gambar gerak yag ditampilkan di layar sebagai efek suara.[2]
a. Klasifikasi
Film
Seiring berkembangnya
dunia perfilman, semakin banyak film yang diproduksi dengan corak yang
berbeda-beda. Secara garis besar, film dapat diklasifikasikan berdasarkan cerita,
orientasi pembuatan, dan berdasarkan genre.
Berdasarkan cerita,
film dapat dibedakan antara film Fiksi dan Non-Fiksi. Fiksi merupakan film yang
dibuat berdasarkan imajinasi manusia, dengan kata lain film ini tidak
didasarkan pada kejadian nyata. Kemudian film Non-Fiksi yang pembuatannya
diilhami oleh suatu kejadian yang benar-benar terjadi yang kemudian dimasukkan
unsur-unsur sinematografis dengan penambahan efek-efek tertentu seperti efek
suara, musik, cahaya, komputerisasi, skenario atau naskah yang memikat dan lain
sebagainya untuk mendukung daya tarik film Non-Fiksi tersebut. Contoh film
non-fiksi misalnya film The Iron Lady
yang diilhami dari kehidupan Margaret Thatcher.
Kemudian berdasarkan orientasi
pembuatannya, film dapat digolongkan dalam film Komersial dan
Non-Komersial. Film komersial, orientasi pembuatannya adalah bisnis dan
mengejar keuntungan. Dalam klasifikasi ini, film memang dijadikan sebagai
komoditas industrialisasi. Sehingga film dibuat sedemikian rupa agar memiliki
nilai jual dan menarik untuk disimak oleh berbagai lapisan khalayak. Film
komersial biasanya lebih ringan, atraktif, dan mudah dimengerti agar lebih
banyak orang yang berminat untuk menyaksikannya. Berbeda dengan film
non-komersial yang bukan berorientasi bisnis. Dengan kata lain, film
non-komersial ini dibuat bukan dalam rangka mengejar target keuntungan dan
azasnya bukan untuk menjadikan film sebagai komoditas,
melainkan murni sebagai seni dalam menyampaikan suatu pesan dan sarat akan
tujuan. Karena bukan dibuat atas dasar kepentingan bisnis dan keuntungan, maka
biasanya segmentasi penonton film non-komersial juga terbatas. Contoh film
non-komersial misalnya berupa film propaganda,
yang dibuat dengan tujuan mempengaruhi pola pikir massal agar sesuai dengan
pesan yang berusaha disampaikan. Di Indonesia sendiri contoh film propaganda
yang cukup melegenda adalah film G30S/PKI.
Atau film dokumenter yang mengangkat suatu tema khusus, misalnya dokumentasi
kehidupan flora dan fauna atau dokumentasi yang mengangkat kehidupan anak
jalanan, dan lain sebagainya. Selain itu, beberapa film yang memang dibuat
bukan untuk tujuan bisnis, justru dibuat dengan tujuan untuk meraih penghargaan
tertentu di bidang perfilman dan sinematografi. Film seperti ini biasanya
memiliki pesan moral yag sangat mendalam, estetika yang diperhatikan
detail-detailnya, dengan skenario yang disusun sedemikian rupa agar setiap
gerakan dan perkataannya dapat mengandung makna yang begitu kaya. Film seperti
ini biasanya tidak mudah dicerna oleh banyak orang, karena memang sasaran
pembuatannya bukan berdasarkan tuntutan pasar. Seni, estetika, dan makna
merupakan tolok ukur pembuatan film seperti ini. Contohnya di Indonesia seperti
film Pasir Berbisik yang di produseri oleh
Christine Hakim dan Daun di Atas Bantal yang berkisah mengenai
kehidupan anak jalanan.
Kemudian klasifikasi
berdasarkan genre
film itu sendiri. Terdapat beragam genre film yang biasa dikenal masyarakat
selama ini, diantaranya adalah action, komedi, drama, petualangan, epik,
musikal, perang, science fiction, pop, horror, gangster, thriller,
fantasi, dan disaster/bencana.
b. Industrialisasi
Film
Terdapat delapan
delapan produser film raksasa yang selama ini sudah merajai industri perfilman
dunia, diantaranya Columbia,
Fox,
MGM,
Paramount,
Universal,
Warner Brothers, Buena Vista
(Disney) dan TriStar
(Sony).
Mereka merupakan bagian
dari integrasi vertikal konglomerasi
yang mendominasi distribusi dan produksi film. Masing-masing perusahaan
memiliki kemampuan untuk memproduksi 15 hingga 25 film setiap tahun. Namun
sesungguhnya perusahaan produksi film tersebut telah mengurangi produktivitasnya
dengan memproduksi lebih sedikit film pada kisaran tahun 2008-2009 dan menjadi
lebih konservatif dan berhati-hati dalam segala keputusan distribusi dan
produksi mereka. Sekarang, perusahaan besar berani menginvestasikan rata-rata
sekitar US$ 66.000.000 perfilm, ditambah biaya pengiklanan dan promosi sekitar
rata-rata US$ 36.000.0000.
Nama-nama aktor dan
sutradara papan atas juga menjadi perhitungan sumber profit mereka yang
dipersentasikan melalui permintaan pasar. Nama besar aktor seperti Johnny Depp
misalnya, yang mampu menghasilkan US$ 50.000.000 pada akhir kesusksesan sebuah
film serta tambahan keuntungan sekitar US$ 20.000.000 hanya dengan
penampilannya saja. Maka angka pertaruhannya sangat tinggi, sehingga tuntutan
untuk mampu memproduksi film-film big hits menjadi sangat besar.
Sebuah perusahaan muda,
DreamWorks,
yang dirintis oleh Steven Spielberg
pada 1995 kini juga sudah menuai sukses dalam bidang film animasi, namun masih
harus menghadapi persaingan ketat dalam pangsa yang lain. Kesuksesan produksi
film Shrek
dan Madagascar
kontan menjadikan DreamWorks sebagai kompetitor yang layak
diperhitungkan oleh PixarStudio,
yang memproduksi film-film animasi populer, terutama film-film animasi keluaran
Disney.
c. Produksi
Film Independen
Kebanyakan film
keluaran tahun 2009 tidak lagi hanya diproduksi dalam studio. Banyak yang mulai
memproduksi film-film independen (indie). Meski begitu, jarang dari
mereka yang sukses didistribusikan ke pasaran. Sekitar 900 film independen
diproduksi di Amerika pada tahun 2009. Namun hanya 500 film diantaranya yang
benar-benar didistribusikan dan dipasarkan. Jadi, bagi sutradara film-film
indie sendiri, target utamanya adalah berhasil mendistribusikan film mereka.
Soal finansial, film indie biasanya tidak memakai terlalu banyak biaya.
Sehingga keuntungan finansial bukan menjadi target utama pembuatan film indie.[3]
d. Sejarah
Film di Indonesia
Film pertama yang
dibuat pertama kalinya di Indonesia
adalah film bisu
tahun 1926
yang berjudul Loetoeng Kasaroeng dan dibuat oleh
sutradara Belanda
G. Kruger
dan L. Heuveldorp. Saat film ini dibuat
dan dirilis, negara Indonesia belum ada dan masih merupakan Hindia Belanda,
wilayah jajahan
Kerajaan Belanda. Film ini dibuat
dengan didukung oleh aktor
lokal oleh Perusahaan Film
Jawa NV
di Bandung
dan muncul pertama kalinya pada tanggal 31 Desember,
1926
di teater
Elite and Majestic,
Bandung.
Setelah sutradara
Belanda memproduksi film lokal, berikutnya datang Wong bersaudara yang hijrah
dari industri film Shanghai.
Awalnya hanya Nelson Wong yang datang dan menyutradarai Lily van Java
(1928)
pada perusahaan South Sea Film Co. Kemudian kedua adiknya Joshua dan Otniel
Wong menyusul dan mendirikan perusahaan Halimoen Film.
Sejak tahun 1931,
pembuat film lokal mulai membuat film bicara. Percobaan pertama antara lain
dilakukan oleh The Teng Chun dalam film perdananya Bunga Roos dari
Tjikembang (1931)
akan tetapi hasilnya amat buruk. Beberapa film yang lain pada saat itu antara
lain film bicara pertama yang dibuat Halimoen Film yaitu Indonesie Malaise
(1931).
Pada awal tahun 1934,
Albert Balink,
seorang wartawan Belanda yang tidak pernah terjun ke dunia film dan hanya
mempelajari film lewat bacaan-bacaan, mengajak Wong Bersaudara untuk membuat
film Pareh
dan mendatangkan tokoh film dokumenter Belanda, Manus Franken,
untuk membantu pembuatan film tersebut. Oleh karena latar belakang Franken yang
sering membuat film dokumenter, maka banyak adegan dari film Pareh menampilkan
keindahan alam Hindia Belanda. Film seperti ini rupanya tidak mempunyai daya
tarik buat penonton film lokal karena dalam kesehariannya mereka sudah sering
melihat gambar-gambar tersebut. Balink tidak menyerah dan kembali membuat
perusahaan film ANIF (Gedung perusahaan film ANIF kini menjadi gedung PFN,
terletak di kawasan Jatinegara) dengan dibantu oleh Wong bersaudara
dan seorang wartawan pribumi yang bernama Saeroen.
Akhirnya mereka memproduksi membuat film Terang Boelan
(1934) yang berhasil menjadi film cerita lokal pertama yang mendapat sambutan
yang luas dari kalangan penonton kelas bawah.
Hari Film Nasional
diperingati oleh insan perfilman Indonesia setiap tanggal 30 Maret
karena
pada tepatnya tanggal 30 Maret 1950
adalah hari pertama pengambilan gambar film Darah & Doa
atau
Long March of Siliwangi yang disutradarai oleh Usmar Ismail.
Hal ini disebabkana karena film ini dinilai sebagai film lokal pertama yang
bercirikan Indonesia. Selain itu film ini juga merupakan film
pertama yang benar-benar disutradarai oleh orang Indonesia asli dan juga
diproduksi oleh perusahaan film milik orang Indonesia asli yang bernama Perfini
(Perusahaan Film Nasional Indonesia) dimana Usmar Ismail tercata juga sebagai
pendirinya.[4]
3. Karakteristik
Film
Faktor-faktor yang
dapat menunjukkan karakteristik film adalah layarlebar, pengambilan gambar,
konsentrasi penuh, dan identifikasi psikologis.
a. Layar
yang luas / lebar.
Film dan Televisi
sama-sama menggunakan layar, namun kelebihan media film adalah layarnya yang
berukuran luas. Meskipun saat ini ada layar televisi yang berukuran jumbo, itu
digunakan pada saat-saat khusus dan biasanya diruangan terbuka, seperti dalam
pertunjukan musik dan sejenisnya. Layar film yang luas telah memberikan
keleluasan penontonnya untuk melihat adegan-adegan yang disajikan dalam film.
Apalagi dengan adanya kemajuan tekhnologi, layar film di bioskop-bioskop pada
umumnya sudah tiga dimensi, sehingga penonton seolah-olah melihat kejadian
nyata dan tidak berjarak.
b. Pengambilan
gambar.
Sebagai konsekuensi
layar lebar, maka pengambilan gambar atau shot dalam film bioskop
memungkinkan dari jarak jauh atau extreme long shot, dan panoramic
shot, yakni pengambilan pemandangan
menyeluruh. Shot tersebut dipakai untuk memberikan kesan artistik dan
suasana yang sesungguhnya, sehingga film menjadi lebih menarik. Perasaan kita
akan tergugah melihat seseorang ( pemain film ) sedang berjalan di gurun pasir
pada tengah hari yang amat panas.
Manusia yang berjalan tersebut terlihat bagai benda kecil yang bergerak
ditengah luasnya padang pasir. Disamping itu, melalui panaromic shot kita sebagai penonton dapat memperoleh
sedikit gambaran, bahkan mungkin gambaran yang cukup tentang daerah tertentu
yang dijadikan lokasi film sekalipun kita belum pernah berkunjung ke tempat
tersebut. Misalnya, kita dapat mengetahui
suasana sekitar menara Effiel di paris, air terjun niagara di Amerika
serikat dan lain-lain. Sebaliknya pengambilan gambar pada televisi lebih sering
dari jarak dekat.
c. Konsentrasi
penuh.
Dari pengalaman kita
masing-masing, di saat kita menonton film di bioskop, bila tempat duduk sudah
penuh atau waktu main sudah tiba, pintu-pintu di tutup, lampu dimatikan, nampak
di depan kita layar luas dengan gambar-gambar cerita film tersebut.
Kita semua terbebas
dari gangguan hiruk piruknya suara di luar karena biasanya ruangan kedap suara.
Semua mata hanya tertuju pada layar, sementara pikiran perasaan kita tertuju
pada alur cerita. Dalam keadaan demikian emosi kita juga terbawa suasana, kita
akan tertawa terbahak-bahak manakala adegan film lucu, atau sedikit
senyumdikulum apabila ada adegan yang menggelitik. Namun dapat pula kita
menjerit ketakutan bila adegan menyaramkan ( biasanya anak-anak) dan bahkan
menangis melihat adegan menyedihkan. Bandingkan sekarang bila kita menonton
televisi di rumah, selain lampu yang tidak dimatikan, orang-orang disekeliling
kita berkomentar atau hilir mudik mengambil minuman dan makanan, atau sedang
melihat adegan seru tiba-tiba pesawat telepon berbunyi atau bel rumah berbunyi
karena ada tamu, di tambah lagi dengan selingan iklan.
d. Identifikasi
psikologis.
Kita semua dapat
merasakan bahwa suasana di gedung bioskop telah membuat pikiran dan perasaan
kita larut dalam cerita yang disajikan. Karena penghayatan kitayang amat
mendalam, seringkali secara tidak sadar kita menyamakan ( mengidentifikasikan )
pribadi kita dengan salah seorang pemeran dalam film itu, sehingga seolah-olah
kitalah yang sedang berperan. Gejala ini menurut ilmu jiwa sosial disebut
sebagai identifikasi psikologis ( Effendi, 1981: 192.
Pengaruh film terhadap
jiwa manusia ( penonton ) tidak hanya sewaktu atau selama duduk digedung
bioskop, tetapiterus sampai waktu yang cukup lama, misalnya peniruan terhadap
cara berpakaian atau model rambut, hal ini disebut sebagai imitasi. Kategori
penonton yang mudh terpengaruh itu biasanya adalah anak-anak dan generasi muda,
meski kadang-kadang orang dewasa pun ada. Ingatan kita masih segar tatkala kaum
wanita di seluruh dunia mengikutimode rambut ala demi moore dalam film ghost,
terlepas cocok tidaknya dengan wajah dan postur tubuh mereka.[5]
4. Unsur-unsur
Film
Menurut Kusnawan et.
Al. bahwa ada beberapa unsur film
a. Title
(judul)
b. Crident
titlt, meliputi produser, karyawan, artis, ucapan terimakasih dll
c. Tema
film
d. Intrik,
yaitu usaha pemeranan film untik mencapai
tujuan
e. Klimaks,
yaitu benturan antara kepentingan
f. Plot,
alur cerita
5. Fungsi
Film
Seperti halnya tv, film
di produksi untuk memberikan hiburan kepada pemirsa. Akan tetapi film dapat
terkandung fungsi informative maupun edukatif,
bahkan persuasive. Hal ini sejalan dengan funsi perfilman, bahwa selalin
sabagai media hiburan, film juga dugunakan sebagai media edukatif untuk pembinaan
generasi muda dalam rangka nation and character building ( effendi, 2000:
2012).[6]
6. Jenis-jenis
Film
a. Film
cerita
Film cerita (story film) adalah jenis
film yang mengandung suatu cerita yang lazim dipertunjukkan di gedung-gedung
bioskop dengan bintang folm tenar dan
film ini didistribusikan sebagai barang dagangan.
Cerita yang di angkat dalam film cerita
biasanya berupa cerita fiktif atau berdasarkan kisah nyata yang di modifikasi,
sehingga ada unsur menarik, baik dari segi alur ceritanya maupun dari segi
gambar artistiknya, missal, film janur kuning, serangan umum 1 maret dll.
b. Film
berita
Filn berita atau newsreel adalah film
mengenai fakta, peristiwa yang benar-benar terjadi.karna sifatnya berita, mala
film yang disajikan kepada public harus mengandung nilai-nilai berita (news
value). Kriteria berita itu adalah penting dan menarik. Jadi berita juga harus
penting atau menarik atau penting sekaligus menarik. Film berita biasanya bisu,
pembaca berita yang membacakan narasinya. Bagi peristiwa- peristiwa tertentu,
peran, kerusuhan, pemberontakan dan lain sebagaimya film berita yang di
hasilkan kurang baik. Dalam hal terpenting adalah peristiwana terekam secara
utuh.
c. Film
documenter
Film documenter (documenter film) di
definisika oleh Robert Flaherty sebagaimana di kutip oleh Andianto dan Erdianaya
( 2004: 137-139) adalah karya ciptaan mengenai kenyataan ( creative treatmen of
actuality).
Berbeda dengan film berita yang
merupakan rekaman kenyataan, maka film documenter meripakan hasil interpretasi
pribadi (pembutnya) mengenai kenyataan tersebut. Misalnya, seorang sutradara
ingin membuat film documenter mengenai para pembatik di kota Pekalongan, maka ia akan menbuat
naskah yang ceritanya bersumber pada kegiatan para pembatik sehari-hari dan
sedikit merekayasanya agar dapat menghasilkan kualits film cerita dengan gambar
yang baik.
d. Film
kartun
Film kartun ( cartoon film) di buat
untuk konsumsi anak-anak. Dapat di pastikan, kita semua mengenal tokoh donal
bebek, putri salju, miki mouse, yang di ciptakan oleh seniman Amerika Serikat Walt
Disney.[7]
7. Performa
Film
Performa film sangat
dipengaruhi oleh proses pembuatan film. Sebelum pemakalah mengurai lebih dalam
megenai performa film, pemakalah akan memaparkan terlebih dahulu mengenai
proses pembuatan film.
Proses pembuatan film
melalui tiga tahap; pra produksi, produksi, dan pasca produksi.
Tiga hal ini tidak melulu harus berurutan seperti diatas, bisa dibolak-balik
tergantung kebutuhan pengerjaan film. Pra produksi mencakup penulisan ide
sampai menyiapkan sinopsis atau cerita. Kemudian tahap produksi (syuting) akan
melaksanakan semua yang sudah dipersiapkan pra produksi. Dan yang terakhir
adalah pasca produksi yang akan merangkai semua yang ada dari pra produksi dan
produksi. Proses yang paling berat adalah pra produksi, bahkan sering dikatakan
ketika pra produksi selesai maka film itu sudah 70% jalan dan kedua proses
selanjutnya tinggal melanjutkan 30%.
Melewati proses
pembuatan film, Alex Sihar dari Konfiden membawa forum ke pembahasan
selanjutnya, yaitu film sebagai media. Film dapat dikategorikan sebagai sebuah
media dengan membawa seni paling banyak (seni suara, musik, drama, menulis,
lukisan, dan fotografi)
yang dicecap oleh hampir semua indera manusia.
Film menjadi media yang sangat
berpengaruh, melebihi media-media yang lain, karena secara audio dan visual dia
bekerja sama dengan baik dalam membuat penontonnya tidak bosan dan lebih mudah
mengingat, karena formatnya yang menarik.[8]
Selanjutnya, pengertian kinerja
dalam film merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan film yang telah ditetapkan. Hasil kerja
(performance) secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seseorang actor maupun artis dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kinerja atau performance, menurut Gibson (1987) ada 3 faktor yang
berpengaruh terhadap kinerja seseorang dalam pembuatan film :
1. Faktor individu:
kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman tingkat sosial dan
demografi seseorang.
2.
Faktor psikologis: persepsi, peran, sikap, kepribadian,
motivasi dan kepuasan kerja
3.
Faktor organisasi : struktur organisasi, desain pekerjaan,
sistem penghargaan (reward system).
Disisi lain, performance juga mengandung dua komponen penting yaitu :
1. Kompetensi berarti
individu atau organisasi memiliki kemampuan untuk mengidentifikasikan tingkat
kinerjanya.
2. Produktifitas:
kompetensi tersebut diatas dapat diterjemahkan kedalam tindakan atau
kegiatan-kegiatan yang tepat untuk mencapai hasil kinerja (outcome).
Dari berbagai pengertian tersebut diatas, pada dasarnya performance menekankan
apa yang dihasilkan dari fungsi-fungsi suatu pekerjaan atau apa yang keluar
(out-come).
Berdasarkan penjabaran
diatas, performance memiliki beberapa karakteristik, yaitu:
a. Performance adalah kinerja.
b. Performance tidak mempunyai aturan atau pedoman.
Performance murni bagian dariseni.
c. Performance
tidak untuk dijual. Mungkin, tetapi bagaimanapun menjual tiket dan film
merupakan hak artist.
Perfomance film juga merupakan sebagai bentuk perlawanan terhadap
kemapanan seni peran yang hanya dapat dikonsumsi oleh segelintir orang
kaya dan penguasa. Mereka mencoba meretas batas-batas wilayah konvensi-konvensi
bentuk kesenian yang telah ada, seperti seni lukis, seni patung, seni cetak,
seni musik, dan seni teater, dengan cara mencampurkan semua bentuk kesenian tersebut
pada seni pertunjukan. Dengan menggunakan tubuh sebagai medium, akhirnya
performance art ini seperti melakukan dematerialisasi dalam seni.[9]
8. Target
Market
Globalisasi merupakan
hal yang tidak bisa dihindari oleh siapa pun. Dengan adanya globaisasi menjadikan
masyarakat menjadi lebih plural dan beragam, sehingga konsumsi media yang
dibutuhkan masyarakat pun berbeda-beda sesuai dengan kebutuhannya. Dengan
adanya hal tersebut dan juga banyaknya jenis film, maka produser film harus
menentukan target pasarnya agar pesan dan nilai yang terkandung dalam sebuah
fim dapat tersampaikan dan diterima dengan baik.
Dalam dunia perfilman,
pasti produser sudah menentukan target marketnya ketika film masih dalam proses
pra produksi. Mereka biasanya menggunakan simbol untuk membedakan target
marketnya, seperti: R (remaja), D (dewasa), BO (bimbingan orang tua), RBO
(remaja dan bimbingan orang tua), dan SU (semua umur).[10]
9. Kelebihan
dan Kekurangan Film
Dengan banyaknya jenis
film dan pengaruh dari psikoloi dari masing-masing individu, film tentunya
memiliki kekurangan dan kelebihan, diataranya adalah sebagai berikut:
a.
Kelebihan
1.
Film dapat menampilkan kembali masa lalu dan menyajikan
kembali kejadian-kejadian sejarah yang lampau
2. Film dapat menyajikan baik teori maupun
praktek dari yang bersifat umum kekhusus atau sebaliknya
3. Film memikat perhatian masyarakat
4. Film mampu memberikan hiburan yang
lebih
5. Film mudah dinikmati masyarakat
6. Film mampu mempengaruhi penontonnya
7. Pesan yang disampaikan lebih mudah
diterima
b.
Kekurangan
1. Harga atau
biaya produksi relative mahal
2. Film
tidak dapat mencapai semua tujuan pembelajaran
3. Membutuhkan
waktu yang lama dalam proses pembuatan
A. KESIMPULAN
1. Pengertian
Film
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indoesia, film dapat diartikan dalam dua pengertian. Yang pertama,
film merupakan sebuah selaput tipis berbahan seluloid
yang
digunakan untuk menyimpan gambar negatif dari sebuah objek. Yang kedua,
film diartikan sebagai lakon atau gambar hidup. Dalam konteks khusus, film
diartikan sebagai lakon hidup atau gambar gerak yang biasanya juga disimpan
dalam media seluloid tipis dalam bentuk gambar negatif. Meskipun kini film
bukan hanya dapat disimpan dalam media selaput seluloid saja. Film dapat juga
disimpan dan diputar kembali dalam media digital.
2. Sejarah
dan Perkembangan Film
Pada awal lahirnya
film, memang tampak belum ada tujuan dan alur cerita yang jelas. Namun ketika
ide pembuatan film mulai tersentuh oleh ranah industri, mulailah film dibuat
lebih terkonsep, memiliki alur dan cerita yang jelas. Meskipun pada era baru
dunia film, gambarnya masih tidak berwarna alias hitam-putih, dan belum
didukung oleh efek audio. Ketika itu, saat orang-orang tengah menyaksikan
pemutaran sebuah film, akan ada pemain musik yang mengiringi secara langsung
gambar gerak yag ditampilkan di layar sebagai efek suara
a. Klasifikasi
Film
Seiring
berkembangnya dunia perfilman, semakin banyak film yang diproduksi dengan corak
yang berbeda-beda. Secara garis besar, film dapat diklasifikasikan berdasarkan cerita,
orientasi pembuatan, dan berdasarkan genre.
b. Industrialisasi
Film
Terdapat
delapan delapan produser film raksasa yang selama ini sudah merajai industri perfilman
dunia, diantaranya Columbia,
Fox,
MGM,
Paramount,
Universal,
Warner Brothers, Buena Vista
(Disney) dan TriStar
(Sony).
c. Produksi
Film Independen
Kebanyakan
film keluaran tahun 2009 tidak lagi
hanya diproduksi dalam studio. Banyak yang mulai memproduksi film-film independen
(indie). Meski begitu, jarang dari mereka yang sukses didistribusikan ke
pasaran. Bagi sutradara film-film indie sendiri, target utamanya adalah
berhasil mendistribusikan film mereka. Soal finansial, film indie biasanya
tidak memakai terlalu banyak biaya. Sehingga keuntungan finansial bukan menjadi
target utama pembuatan film indie.
d. Sejarah
Film di Indonesia
Hari
Film Nasional diperingati oleh insan perfilman Indonesia setiap tanggal 30 Maret
karena
pada tepatnya tanggal 30 Maret 1950
adalah hari pertama pengambilan gambar film Darah & Doa
atau
Long March of Siliwangi yang disutradarai oleh Usmar Ismail.
Hal ini disebabkana karena film ini dinilai sebagai film lokal pertama yang
bercirikan Indonesia. Selain itu film ini juga merupakan
film pertama yang benar-benar disutradarai oleh orang Indonesia asli dan juga
diproduksi oleh perusahaan film milik orang Indonesia asli yang bernama Perfini
(Perusahaan Film Nasional Indonesia) dimana Usmar Ismail tercata juga sebagai
pendirinya.
3. Karakteristik
Film
Faktor-faktor yang
dapat menunjukkan karakteristik film adalah layarlebar, pengambilan gambar,
konsentrasi penuh, dan identifikasi psikologis.
4. Unsur-unsur
Film
Menurut Kusnawan et.
Al. bahwa ada beberapa unsur film
a. Title
(judul)
b. Crident
titlt, meliputi produser, karyawan, artis, ucapan terimakasih dll
c. Tema
film
d. Intrik,
yaitu usaha pemeranan film untik mencapai
tujuan
e. Klimaks,
yaitu benturan antara kepentingan
f. Plot,
alur cerita
5. Fungsi
Film
Seperti halnya tv, film
di produksi untuk memberikan hiburan kepada pemirsa. Akan tetapi film dapat
terkandung fungsi informative maupun edukatif,
bahkan persuasive. Hal ini sejalan dengan funsi perfilman, bahwa selalin
sabagai media hiburan, film juga dugunakan sebagai media edukatif untuk
pembinaan generasi muda dalam rangka nation and character building ( effendi,
2000: 2012).
6. Jenis-jenis
Film
a. Film
cerita
b. Film
berita
c. Film
documenter
d. Film
kartun
7. Performa
Film
Proses pembuatan film
melalui tiga tahap; pra produksi, produksi, dan pasca produksi..
Proses yang paling berat adalah pra produksi, bahkan sering dikatakan ketika
pra produksi selesai maka film itu sudah 70% jalan dan kedua proses selanjutnya
tinggal melanjutkan 30%.
Selanjutnya, pengertian kinerja
dalam film merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan film yang telah ditetapkan. Hasil kerja
(performance) secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seseorang actor maupun artis dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Menurut Gibson (1987) ada 3 faktor
yang berpengaruh terhadap kinerja seseorang dalam pembuatan film :
1. Faktor individu:
kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman tingkat sosial dan
demografi seseorang.
2.
Faktor psikologis: persepsi, peran, sikap, kepribadian,
motivasi dan kepuasan kerja
3.
Faktor organisasi : struktur organisasi, desain
pekerjaan, sistem penghargaan (reward system).
Performance mengandung dua komponen penting yaitu :
1. Kompetensi berarti
individu atau organisasi memiliki kemampuan untuk mengidentifikasikan tingkat
kinerjanya.
2. Produktifitas:
kompetensi tersebut diatas dapat diterjemahkan kedalam tindakan atau
kegiatan-kegiatan yang tepat untuk mencapai hasil kinerja (outcome).
Performance memiliki
beberapa karakteristik, yaitu:
a. Performance adalah kinerja.
b. Performance tidak mempunyai aturan atau pedoman.
Performance murni bagian dariseni.
c. Performance
tidak untuk dijual. Mungkin, tetapi bagaimanapun menjual tiket dan film
merupakan hak artist.
8. Target
Market
Dalam dunia perfilman,
pasti produser sudah menentukan target marketnya ketika film masih dalam proses
pra produksi. Mereka biasanya menggunakan simbol untuk membedakan target
marketnya, seperti: R (remaja), D (dewasa), BO (bimbingan orang tua), RBO
(remaja dan bimbingan orang tua), dan SU (semua umur).
9. Kelebihan
dan Kekurangan Film
Dengan banyaknya jenis
film dan pengaruh dari psikoloi dari masing-masing individu, film tentunya
memiliki kekurangan dan kelebihan, diataranya adalah sebagai berikut:
c.
Kelebihan
1.
Film dapat menampilkan kembali masa lalu dan menyajikan
kembali kejadian-kejadian sejarah yang lampau
2. Film dapat menyajikan baik teori maupun
praktek dari yang bersifat umum kekhusus atau sebaliknya
3. Film memikat perhatian masyarakat
4. Film mampu memberikan hiburan yang
lebih
5. Film mudah dinikmati masyarakat
6. Film mampu mempengaruhi penontonnya
7. Pesan yang disampaikan lebih mudah
diterima
d.
Kekurangan
1. Harga
atau biaya produksi relative mahal
2. Film
tidak dapat mencapai semua tujuan pembelajaran
3. Membutuhkan
waktu yang lama dalam proses pembuatan