KEPEMIMPINAN DAKWAH YANG EFEKTIF
I. PENDAHULUAN
I. PENDAHULUAN
Kepemimpinan dalam
dakwah adalah sifat dan ciri tingkah laku pemimpin yang mengandung kemampuan
untuk mempengaruhi dan mengarahkan daya kemampuan seseorang atau kelompok guna
mencapai tujuan dakwah yang telah ditetapkan. Dengan kata lain pemimpin dakwah
adalah orang yang menggerakkan orang lain yang ada di sekitarnya untuk
mengikutinya dalam proses mencapai tujuan dakwah. Seorang pemimpin dakwah harus
harus berusaha mengembangkan motif-motif dalam diri sasaran dakwah serta
mengarahkan motif-motif tersebut kearah tujuan dakwah. Seorang pemimpin dakwah
harus memiliki sifat-sifat dan ciri-ciri dinamis yang dapat mempengaruhi dan
menggerakkan orang kearah satu tujuan sehingga terciptalah suatu dinamika di
kalangan pengikutnya yang terarah dan bertujuan. Selain ciri-ciri pemimpin secara
umum islam menggariskan ciri pemimpin yang paling esensial yaitu keimanan dan
ketaatan kepada Allah.
Dalam makalah ini,
penulis akan sedikit menjelaskan tentang kepemimpinan dakwah yang efektif.
II.
RUMUSAN
MASALAH
A.
Study
Kasus
B.
Definisi
Kepemimpinan
C.
Sifat-sifat
Pemimpin Dakwah
D.
Kemampuan
Kepemimpinan Dakwah
E.
Karakter
Kepemimpinan Dakwah yang Baik
F.
Gaya
Kepemimpinana Dakwah yang Efektif
III.
PEMBAHASAN
A.
Study
Kasus
Indoesia adalah negara yamg sebagian besar penduduknya beragama
Islam. Selain penduduknya mayoritas beraga Islam, pemeluknya juga banyak yang
menjadi orang sukses baik dalam bidang ekonomi, pendidikan, dan juga budaya.
Hal
ini terbukti dengan banyaknya orang Islam yang hidup dengan harta yang
melimpah, banyaknya orang muslim yang menjadi sarjana serta memiliki berbagai
karakter dan keberagaman budaya.
Akan tetapi, Indonesia belum bisa menjadi negara yang maju,
sejahtera, adil dan makmur yang selalu bernafaskan Islam untuk mendapatkan
ridho Allah SWT., yang terjadi justru malah banyaknya problem-problem yang
muncul dan belum dapat diselesaikan oleh orang Islam itu sendiri maupun
lembaga-lembaga dakwah Islam dan instansi pemerintahan.
Permasalahan ini menjadi lebih kompleks ketika kita melihat
banyaknya lembaga-lembaga dakwah Islam yang ada di negara ini, yang mereka mengatasnamakan
golongan mereka dengan berazazkan Islam tetapi orientasi mereka lebih pada
segi-segi perpolitikan, kekuasaan, eksistensi dan juga paham atau idoelogi
mereka masing-masing yang menyebabkan dakwah yang dilakukan oleh orang Islam
(lembaga dakwah yang ada) selalu mengalami kegagalan.
Dari banyaknya prolematika diatas, penulis menarik kesimpulan
sementara (hipotesis) bahwa lembaga-lembaga dakwah yang ada di Indonesia ini
ternyata belum mampu menciptakan kehidupan masyarakat adil makmur yang diridhoi
Allah justru memperbanyak adanya problem realita kehidupan sosial dan
keberagamaan. Hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman manajemen dalam
penyampaian dakwah Islam, kurangnya sifat kepemimpinan dakwah yang dimiliki
oleh para dai, kurangnya kemampuan dalam kepemimpinana dakwah, tidak adanya
karakter kepemimpinan dakwah, dan gaya kepemimpinan dakwah yang belum begitu
baik. Permasalahan dakwah yang sedemikian kompleksnya itu, harus segara kita
sikapi dan kita selesaikan demi tercapainya tujuan dakwah yang sangat kita
harapakan.
Dibawah ini pemakalah akan sedikit menyampaikan gagasannya agar
dakwah yang kita lakukan dapat berhasil dan sesuai sesuai dengan tujuan yang
kita harapkan.
B.
Definisi
Kepemimpinan Dakwah yang Efektif
Kepemimpinan dalam pengertian umum adalah suatu proses ketika
seseorang memimpin, membimbing, dan atau mengontrol pikiran, perasaan, atau
tingkah laku orang lain.[1] Sedangkan
pengertian secara khusus dapat dilihat dari beberapa pendapat berikut:
a.
Menurut
Prof. Dr. Mr. Prajudi Atmosudirjo kepemimpinan adalah kepribadian seseorang
yang menyebabkan sekelompok orang lain mencontoh atau mengikutinya.
b.
Menurut
Haiman, kepemimpinan adalah suatu proses dimana seseorang memimpin, membimbing,
mempengaruhi pikiran, perasaan, atau tingkah laku orang lain.
c.
Menurut
Edwin A. Locke, kepemimpinan adalah proses menbujuk orang lain untuk mengambil
langkah menuju suatu sasaran bersama.
d.
Menurut
John Pfifner, kepemimpinan adalah seni untuk mengkoordinasi dan memberikan
dorongan terhadap individu atau kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Dari pendapat-pendapat diatas, dapat disimpulkan behwa seseorang
dapat disebut pemimpin apabila seseorang itu dapat mempengaruhi pikiran,
perasaan, dan prilaku orang lain, baik individu maupun kelompok untuk mencapai
suatu tujuan tertentu.[2]
Adapun pengertian kepemimpinan manajemen dakwah dan kepemimpinan
dakwah ini berbeda. Kepemimpinan manajemen dakwah adalah suatu kepemimpinan
yang fungsi dan peranannya sebagai manajer suatu organisasi atau lembaga dakwah
yang bertanggung jawab atas jalannya semua fungsi manajemen, mulai dari
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan.[3] Sedangkan
kepemimpinan dakwah adalah suatu sifat atau sikap kepemimpinan yang dimiliki
oleh seseorang yang menyampaikan dakwah (Da’i) yang mendukung fungsinya untuk
menghadapi publik dalam berbagai kondisi dan situasi. Da’I dengan sifat dan
sikapnya dalam kehidupan sehari-hari dipandang sebagai pemimpin masyarakat.
Oleh karena itu, boleh dikatakan bahwa kepemimpinan dakwah merupakan syarat
yang harus dimiliki oleh seorang da’i.[4]
C.
Sifat-sifat
Pemimpin Dakwah
Sebagai pemimpin dakwah
harus mempunyai sifat-sifat mulia dalam melaksanakan dakwahnya, sebagaimana
Fungsi kenabian dan kerasulan yang diemban Muhammad saw menuntutnya untuk
memiliki sifat-sifat yang mulia agar apa yang disampaikannya dapat diterima dan
diikuti oleh umat manusia. Ada banyak sifat-sifat mulia yang seharusnya
dimiliki seorang ‘pemimpin dakwah’. Antara lain:
1. Disiplin
Wahyu
Seorang Rasul pada
dasarnya adalah pembawa pesan Ilahiyah untuk disampaikan kepada umatnya. Oleh
karena itu tugasnya hanya menyampaikan firman-firman Tuhan. Ia tidak mempunyai
otoritas untuk membuat-buat aturan keagamaan tanpa bimbingan wahyu,
tidak juga menambah atau mengurangi apa yang telah disampaikan kepadanya oleh
Allah SWT. Ia juga tidak boleh menyembunyikan firman-firman Tuhan meskipun itu
merupakan suatu teguran kepadanya, atau sesuatu yang mungkin saja menyulitkan
posisinya sebagai manusia biasa di tengah umatnya. Muhammad saw menjalankan
fungsi ini dengan baik. Beliau tidak berbicara kecuali sesuai dengan wahyu.
Beliau tidak membuat-buat ayat-ayat suci dengan mengikuti hawa nafsunya, tidak
menambah atau mengurangi apa yang telah disampaikan kepadanya. Hal seperti ini
sebaiknya bisa diikuti oleh para pemimpin dakwah saat ini.
2. Memberikan
Teladan
Sebagai seorang
pemimpin keagamaan, seorang pemimpin dakwah harus memberikan teladan yang baik
kepada umatnya, khususnya dalam melaksanakan ritual-ritual keagamaan dan
melaksanakan code of conduct kehidupan sosial masyarakat.
3. Komunikasi
yang Efektif
Dakwah adalah proses
mengkomunikasikan pesan-pesan Ilahiyah kepada orang lain. Agar pesan itu dapat
disampaikan dan dipahami dengan baik, maka diperlukan adanya penguasaan
terhadap teknik berkomunikasi yang efektif. Mehammad saw merupakan seorang
komunikator yang efektif. Hal ini ditandai oleh dapat diserapnya ucapan,
perbuatan, dan persetujuan beliau oleh para sahabat yang kemudian
ditransmisikan secara turun temurun. Inilah yang kemudian dikenal dengan hadits
atau sunnah. Keahlian dan kelihaian beliau dapat berkomunikasi telah menarik
banyak manusia di zamannya untuk mengikuti ajarannya. Begitu juga dengan
orang-orang yang tidak pernah bertemu dengannya yang beriman meskipun tidak
mendengar langsung ajaran Islam dari mulut beliau sendiri.
4. Dekat
dengan Umatnya
Rasulullah saw adalah
seorang penyeru yang sangat dekat dengan umatnya. Beliau sering mengunjungi
sahabat-sahabatnya, bermain dengan anak-anak emreka. Beliau turun langsung
melihat realitas kehidupan pengikutnya dan orang-orang yang belum
beriman dengannya. Beliau tidak sekedar ceramah dari satu masjid ke masjid lain
tetapi menyentuh langsung hati umatnya di tempat mereka berada.
5. Pengkaderan
dan Pendelegasian Wewenang
Rasulullah saw
bersabda, “Allah SWT tidak mengangkat ilmu dengan mencabut ilmu itu
dari manusia. Melainkan Allah SWT mencabut ilmu melalui wafatnya para ulama.” (HR
Bukhari Muslim). Secara tidak langsung hadits ini mengisyaratkan kesadaran
beliau tentang perlunya menciptakan kader-kader yang beliau isi dengan ilmu
pengetahuan keagamaan yang akan meneruskan dakwah beliau. Pengkaderan ini
beliau lakukan terhadap beberapa orang sahabat yang beliau didik dalam ilmu
keagamaan. Beliau juga mendelegasikan wewenang kepada beberapa orang sahabat
yang telah diberinya ilmu yang mencukupi untuk menyampaikan dan mengajarkan
ajaran Islam kepada mereka yang belum atau baru saja memeluk Islam.
Misalnya, beliau mengutus Mush’ab bin Umair ke Madinah untuk menyiarkan Islam
disana. Pembinaan dan pendelegasian wewenang ini cukup efektif karena pada
gilirannya mereka juga akan membentuk kader mereka sendiri-sendiri sehingga
ajaran Islam semakin luas syiarnya.[5]
D.
Kemampuan
Kepemimpinan Dakwah
Sebagai pemimpin dakwah
harus memiliki beberapa kemampuan atau ketrampilan-ketrampilan agar tugasnya
dapat diemban dengan baik. Secara umum kemampuan atau ketrampilan-ketrampilan
itu tercermin dalam 3 (tiga) hal, yaitu:
1. Technical Skill
Ini adalah segala hal
yang berkaitan dengan informasi dan kemampuan khusus tentang pekerjaannya.
Seperti pengetahuannya dengan sifat tugasnya, tuntutan-tuntutannya, tanggung
jawabnya, dan juga kewajiban-kewajibannya. Dalam hal ini dia harus berusaha
untuk belajar dan menguasai informasi-informasi skill yang harus
dikuasai dalam pekerjaannya.
2. Human skill
Segala hal yang
berkaitan dengan prilakunya sebagai individu dan hubungannya dengan orang lain
dan juga cara berinteraksi dengan mereka. Termasuk disini adalah perilakunya
dalam hubungan dengan kepemimpinan dan interaksinya dengan kelompok yang
berbeda.
3. Conceptual Skill
Kemampuan untuk melihat
secara utuh dan luas terhadap berbagai maalah, dan kemudian mengaitkannya
dengan berbagai prilaku yang berbeda dalam organisasi serta menyelaraskan
antara berbagai keputusan yang dikeluarkan oleh berbagai organisasi yang secara
keseluruhan bekerja untuk meaih tujuan yang telah ditentukan.[6]
E.
Karakter
Kepemimpinan Dakwah yang Baik
Setiap pemimpin dakwah
dalam proses aktivitas dakwah, harus senantiasa membangun dirinya agar memiliki
karakter pemimpin yang baik. Beberapa karakter pemimpin yang baik di antaranya
adalah:
1. Tidak bergaya
instruksional.
Pemimpin yang
sesungguhnya bukan sekedar mengumpulkan massa, lalu memaksa melakukan ini dan
itu dengan gaya instruksi. Hal seperti ini hanya bisa dilakukan di
kantor, yang dilakukan oleh atasan kepada para karyawannya yang digaji.
Kepemimpinan dalam dakwah dan kepemimpinan di tengah masyarakat bersifat
sosial.
Jadi, kepemimpinan
bergaya instruksional dan diktator, yang hanya
mengandalkan controling dan monitoring tidak akan
berhasil. Kepemimpinan seperti itu hanya akan menghasilkan suasana penuh
ketakutan. Rasa ketakutan akan mematikan potensi seseorang, karena selalu
hidup dalam suasana penuh tekanan dan keterpaksaan, bukan kepatuhan.[7]
2. Pendekatan ide
kepemimpinan berpikir.
Pemimpin yang baik harus
melakukan pendekatan yang benar terhadap sekelilingnya. Dia harus berbaur dan
menyatu dengan orang-orang yang dipimpinnya, bukannya mengambil jarak dan
menjadi mercusuar bagi sekelilingnya. Kepemimpinan dakwah harus menggunakan
pendekatan ide, karena kepemimpinan dakwah adalah kepemimpinan berpikir.
Aktivis dakwah harus dapat menggerakkan orang-orang di sekitarnya. Jadi,
pemimpin yang baik harus bisa menjadi inspirator dan motivator, bukan diktator.
Orang-orang yang dipimpinnya pun bergerak karena kepemimpinan berpikir, bukan
karena taklif (instruksi).
3. Selalu berprasangka
baik.
Aktivis dakwah tidak
boleh diliputi prasangka buruk (su’uzhan), tetapi selalu diwarnai prasangka
baik (hushnuzhan). Jadi, pemimpin jangan hanya melihat kesalahan atau kelemahan
dari orang-orang di sekelilingnya, tetapi harus bisa menunjukkan kebaikan
mereka sehingga mereka selalu berpikir optimis dan selanjutnya akan menimbulkan
rasa percaya diri untuk bisa meraih kesuksesan.[8]
4. Permudahlah, jangan
mempersulit.
Buatlah segala sesuatu
menjadi mudah, dan jangan dipersulit. Rasulullah saw. ketika menyeru kepada
manusia tidak pernah memaksa, tetapi selalu mengingatkan pada janji-janji
Allah. Pada saat Perang Khandaq, ketika Beliau meminta-minta
berulang-ulang kepada para Sahabat agar ada yang memata-matai musuh untuk
mencari informasi, dan tidak ada yang merespon, Beliau tidak mencela para
Sahabat, tetapi mengingatkan dan terus mengingatkan bahwa Allah akan memberikan
kebaikan kepada kita kalau kita melakukan perintah-Nya. Akhirnya Beliau
mengutus Huzaifah untuk tugas spionase tersebut.
5. Memahami realitas
manusia sebagai manusia.
Semua manusia punya
kelemahan. Pemimpin harus selalu menasihati, jangan pernah bosan.
Abdurrahman bin Rawahah sebagai komandan perang tidak pernah mengatakan kepada
pasukannya, “Kalian kan para Sahabat, koktakut berperang.”
Namun, beliau mengingatkan, “Kita berjuang dengan kekuatan iman kepada
Allah dan bukan dengan kekuatan jumlah atau fisik.” Jadi, pemimpin yang
baik harus memiliki pengertian terhadap orang yang dipimpinnya, lalu memotivasi
dengan mengingatkan tentang ketaatan kepada Allah. Dengan demikian,
pemimpin tersebut akan mendapat banyak kepercayaan dari orang-orang di
sekelilingnya.
6. Memberikan kenyamanan
kepada yang dipimpin.[9]
Pemimpin yang baik,
ketika berada dimanapun dia disukai, dicintai, bahkan ditunggu-tunggu sebagai
tempat curhat, mencari solusi; bukan sebaliknya, menimbulkan ketakutan. Ia
memiliki kemampuan empati kepada orang lain dan mau mendengarkan
masukan-masukan dari yang dipimpinnya. Ia pun berusaha mencari tahu
kesalahannya sebagai pemimpin dari orang lain. Ketika ada kesalahan, justru
mengingatkan bahwa kita masih memiliki banyak kesbaikan-kebaikan lain sehingga
setiap kesalahan pasti ada jalan keluarnya, dan memberikan keyakinan bahwa kita
pasti bisa.
7. Kondisikan selalu
hubungan sebuah tim.
Tujuan dakwah yang
agung, yaitu melanjutkan kembali kehidupan Islam, memerlukan sebuah kerjasama
tim yang solid. Oleh karena itu, setiap pemimpin perlu mengkondisikan
hubungan tim dalam dakwahnya. Diperlukan upaya pemetaan terhadap potensi dan
kondisi yang ada pada setiap individu dan di sekitarnya, kemudian merencanakan
bersama apa yang bisa dilakukan dengan potensi dan kondisi yang ada. Selayaknya
sebuah tim, kekurangan dari yang satu akan ditutupi oleh kelebihan dari yang
lain.[10]
F.
Gaya
Kepemimpinan Dakwah yang Efektif
Gaya
kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan yang disesuaikan dengan tingkat
kedewasaan bawahan yang akan dipengaruhi pemimpin.
Ada beberapa
gaya kepemimpinan dalam manajemen, yakni:
a. Pemimpin
yang cenderung berperilaku tugas atau mengarahkan (Task / Directive behavior),
yaitu selalu memberi petunjuk kepada bawahan. Pemimpin jenis ini selalu
menerapkan komunikasi satu arah dengan menjelaskan hal-hal yang perlu dilakukan
anggota staf serta bilamana, diman, dan bagaiman cara pelaksanaannya.
b. Pemimpin
yang cenderung berperilaku sportif / hubungan (Suportive / Relationship
behavior), yaitu pemimpin tersebut menerapkan komunikasi dua arah dengan
memberikan dukungan sosio-emosional (Socioemotional suport), sambaran-sambaran
psikologis / semangat (psychological strokes), dan pemudahan perilaku
(Facilitating behaviors).
Dari dua
gaya kepemimpinan diatas, dapat disimpulkan bahwa keberhasilan seorang pemimpin
adalah apabila ia dapat mengidentifikasikan tingkat kedewasan individu atau
kelompok bawahan yang hendak ia pengaruhinya, dan menerapkan gaya kepemimpinan
yang sesuai. Dengan kata lain, efektifitas seseorang menajer dalam memimpin
bawahannya banyak tergantung dari situasi dan kematangan bawahannya, sebab tidak
ada gaya kepemimpinan yang paling baik dan tepat kecuali gaya kepemimpinan yang
situasional, karna tidaklah tepat menerapkan gaya kepemimpinan yang sama pada
setiap saat / situasi pada problem yang sedang di hadapinya.
Konsep
kepemimpinan situasional ini telah dapat membekali manager dengan pedoman untuk
menentukan hal-hal yang perlu mereka lakukan terhadap bawahan dalam berbagai
situasi dan kondisi sehingga apa yang menjadi tujuannya (cita-cita) dapat
dicapai sesuai dengan yang diharapkan.[11]
IV.
KESIMPULAN
Kepemimpinan dalam pengertian umum
adalah suatu proses ketika seseorang memimpin, membimbing, dan atau mengontrol
pikiran, perasaan, atau tingkah laku orang lain.
Berdasar
pada study kasus yang mengacu pada pengertian diatas, penulis menawarkan
beberapa solusi yang memang penulis anggap sangat dibutuhkan dan efektif untuk
mencapai tujuan dakwah (keberhasilan dakwah), yakni para dai harus memiliki sifat-sifat
mulia seperti yang dicontohkan oleh Rasulallah sebagai seorang ‘pemimpin dakwah’ dan beberapa sifat-sifat
dibawah ini:
1.
disiplin wahyu
2.
memberikan teladan
3.
komunikasi yang fektif
4.
dekat dengan umatnya
5.
pengkaderan dan pendelegasian wewenang
Selain
sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin seperti yang dicontohkan
oleh rasulallah dan beberapa sifat diatas, pemimpin dakwah juga harus memiliki
beberapa kemampuan atau ketrampilan-ketrampilan agar tugasnya dapat diemban
dengan baik. Secara umum kemampuan atau ketrampilan-ketrampilan itu tercermin dalam 3 (tiga) hal, yaitu: Technical Skill, Human skill dan
Conceptual Skill.
Seorang
pemimin yang hebat, selain dia memiliki sifat-sifat yang mulia dan didukung
dengan kemampuan atau keterampilan yang kompetitif dan komperhensif, pemimpin
juga harus memiliki beberapa karakter yang baik, di antaranya adalah:
a. Tidak bergaya
instruksional
b. Pendekatan ide
kepemimpinan berpikir
c. Selalu berprasangka baik
d. Permudahlah, jangan
mempersulit
e. Memahami realitas
manusia sebagai manusia
f. Memberikan kenyamanan
kepada yang dipimpin
g. Kondisikan selalu
hubungan sebuah tim
Gaya kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan yang disesuaikan dengan
tingkat kedewasaan bawahan yang akan dipengaruhi pemimpin. Efektifitas
seseorang menajer dalam memimpin bawahannya banyak tergantung dari situasi dan
kematangan bawahannya, sebab tidak ada gaya kepemimpinan yang paling baik dan
tepat kecuali gaya kepemimpinan yang situasional, karna tidaklah tepat
menerapkan gaya kepemimpinan yang sama pada setiap saat / situasi pada problem
yang sedang di hadapinya.
V.
PENUTUP
Demikian makalah ini penulis susun, penulis
menyadari dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan
penulis sebagai manusia biasa yang masih dalam proses pembelajaran. Maka dari
itu saya selaku penulis makalah ini mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun demi kesempurnaan dan kemajuan kami dalam proses pembelajaran.
Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin...
[1]Khatib Kayo Pahlawan, Manajemen
Dakwah dari Dakwah Konvensional Menuju Dakwah Provesional, (Jakarta: Amzah,
2007), Hal. 59
[3] Wahyu Munir Ilaihi, Manajemen Dakwah, ( Jakarta:
Prenada Media, 2006), Hal. 211
[5] Antonio, Muhammad Syafii. tt. Muhammad
SAW The Super Leader Super Manager. Jakarta: Prenada Media.
[6] Munir, Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, ( Jakarta:
Prenada, 2006), hal. 213
[7] Muhammad Sulton, Desain Ilmu Dakwah,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2003), Hal. 113
[8] Asep Muhyidin dan Agus Ahmad Safe’i, Metode
Pengembangan Dakwah, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), Hal. 39
[9] Faisal, Lalu Muchsin Effendi, Psikologi
Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2006) hal.169
[10] http://www.tokoislamonline.com/article_info.php?articles_id=16&osCsid=b553085c02442ec0997945c626a1e2d7, 18
Mar 2012, 21:32 WIB