Rabu, 26 Juni 2013

SEPUTAR DAKWAH

KEPEMIMPINAN DAKWAH YANG EFEKTIF

I.             PENDAHULUAN
Kepemimpinan dalam dakwah adalah sifat dan ciri tingkah laku pemimpin yang mengandung kemampuan untuk mempengaruhi dan mengarahkan daya kemampuan seseorang atau kelompok guna mencapai tujuan dakwah yang telah ditetapkan. Dengan kata lain pemimpin dakwah adalah orang yang menggerakkan orang lain yang ada di sekitarnya untuk mengikutinya dalam proses mencapai tujuan dakwah. Seorang pemimpin dakwah harus harus berusaha mengembangkan motif-motif dalam diri sasaran dakwah serta mengarahkan motif-motif tersebut kearah tujuan dakwah. Seorang pemimpin dakwah harus memiliki sifat-sifat dan ciri-ciri dinamis yang dapat mempengaruhi dan menggerakkan orang kearah satu tujuan sehingga terciptalah suatu dinamika di kalangan pengikutnya yang terarah dan bertujuan. Selain ciri-ciri pemimpin secara umum islam menggariskan ciri pemimpin yang paling esensial yaitu keimanan dan ketaatan kepada Allah.
Dalam makalah ini, penulis akan sedikit menjelaskan tentang kepemimpinan dakwah yang efektif.

    II.            RUMUSAN MASALAH
A.    Study Kasus
B.     Definisi Kepemimpinan
C.     Sifat-sifat Pemimpin Dakwah
D.    Kemampuan Kepemimpinan Dakwah
E.     Karakter Kepemimpinan Dakwah yang Baik
F.      Gaya Kepemimpinana Dakwah yang Efektif

 III.            PEMBAHASAN
A.    Study Kasus
Indoesia adalah negara yamg sebagian besar penduduknya beragama Islam. Selain penduduknya mayoritas beraga Islam, pemeluknya juga banyak yang menjadi orang sukses baik dalam bidang ekonomi, pendidikan, dan juga budaya.
Hal ini terbukti dengan banyaknya orang Islam yang hidup dengan harta yang melimpah, banyaknya orang muslim yang menjadi sarjana serta memiliki berbagai karakter dan keberagaman budaya.
Akan tetapi, Indonesia belum bisa menjadi negara yang maju, sejahtera, adil dan makmur yang selalu bernafaskan Islam untuk mendapatkan ridho Allah SWT., yang terjadi justru malah banyaknya problem-problem yang muncul dan belum dapat diselesaikan oleh orang Islam itu sendiri maupun lembaga-lembaga dakwah Islam dan instansi pemerintahan.
Permasalahan ini menjadi lebih kompleks ketika kita melihat banyaknya lembaga-lembaga dakwah Islam yang ada di negara ini, yang mereka mengatasnamakan golongan mereka dengan berazazkan Islam tetapi orientasi mereka lebih pada segi-segi perpolitikan, kekuasaan, eksistensi dan juga paham atau idoelogi mereka masing-masing yang menyebabkan dakwah yang dilakukan oleh orang Islam (lembaga dakwah yang ada) selalu mengalami kegagalan.
Dari banyaknya prolematika diatas, penulis menarik kesimpulan sementara (hipotesis) bahwa lembaga-lembaga dakwah yang ada di Indonesia ini ternyata belum mampu menciptakan kehidupan masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah justru memperbanyak adanya problem realita kehidupan sosial dan keberagamaan. Hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman manajemen dalam penyampaian dakwah Islam, kurangnya sifat kepemimpinan dakwah yang dimiliki oleh para dai, kurangnya kemampuan dalam kepemimpinana dakwah, tidak adanya karakter kepemimpinan dakwah, dan gaya kepemimpinan dakwah yang belum begitu baik. Permasalahan dakwah yang sedemikian kompleksnya itu, harus segara kita sikapi dan kita selesaikan demi tercapainya tujuan dakwah yang sangat kita harapakan.
Dibawah ini pemakalah akan sedikit menyampaikan gagasannya agar dakwah yang kita lakukan dapat berhasil dan sesuai sesuai dengan tujuan yang kita harapkan.

B.     Definisi Kepemimpinan Dakwah yang Efektif
Kepemimpinan dalam pengertian umum adalah suatu proses ketika seseorang memimpin, membimbing, dan atau mengontrol pikiran, perasaan, atau tingkah laku orang lain.[1] Sedangkan pengertian secara khusus dapat dilihat dari beberapa pendapat berikut:
a.       Menurut Prof. Dr. Mr. Prajudi Atmosudirjo kepemimpinan adalah kepribadian seseorang yang menyebabkan sekelompok orang lain mencontoh atau mengikutinya.
b.      Menurut Haiman, kepemimpinan adalah suatu proses dimana seseorang memimpin, membimbing, mempengaruhi pikiran, perasaan, atau tingkah laku orang lain.
c.       Menurut Edwin A. Locke, kepemimpinan adalah proses menbujuk orang lain untuk mengambil langkah menuju suatu sasaran bersama.
d.      Menurut John Pfifner, kepemimpinan adalah seni untuk mengkoordinasi dan memberikan dorongan terhadap individu atau kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Dari pendapat-pendapat diatas, dapat disimpulkan behwa seseorang dapat disebut pemimpin apabila seseorang itu dapat mempengaruhi pikiran, perasaan, dan prilaku orang lain, baik individu maupun kelompok untuk mencapai suatu tujuan tertentu.[2]
Adapun pengertian kepemimpinan manajemen dakwah dan kepemimpinan dakwah ini berbeda. Kepemimpinan manajemen dakwah adalah suatu kepemimpinan yang fungsi dan peranannya sebagai manajer suatu organisasi atau lembaga dakwah yang bertanggung jawab atas jalannya semua fungsi manajemen, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan.[3] Sedangkan kepemimpinan dakwah adalah suatu sifat atau sikap kepemimpinan yang dimiliki oleh seseorang yang menyampaikan dakwah (Da’i) yang mendukung fungsinya untuk menghadapi publik dalam berbagai kondisi dan situasi. Da’I dengan sifat dan sikapnya dalam kehidupan sehari-hari dipandang sebagai pemimpin masyarakat. Oleh karena itu, boleh dikatakan bahwa kepemimpinan dakwah merupakan syarat yang harus dimiliki oleh seorang da’i.[4]

C.     Sifat-sifat Pemimpin Dakwah
Sebagai pemimpin dakwah harus mempunyai sifat-sifat mulia dalam melaksanakan dakwahnya, sebagaimana Fungsi kenabian dan kerasulan yang diemban Muhammad saw menuntutnya untuk memiliki sifat-sifat yang mulia agar apa yang disampaikannya dapat diterima dan diikuti oleh umat manusia. Ada banyak sifat-sifat mulia yang seharusnya dimiliki seorang ‘pemimpin dakwah’. Antara lain:
1.      Disiplin Wahyu
Seorang Rasul pada dasarnya adalah pembawa pesan Ilahiyah untuk disampaikan kepada umatnya. Oleh karena itu tugasnya hanya menyampaikan firman-firman Tuhan. Ia tidak mempunyai otoritas untuk membuat-buat aturan keagamaan tanpa bimbingan wahyu, tidak juga menambah atau mengurangi apa yang telah disampaikan kepadanya oleh Allah SWT. Ia juga tidak boleh menyembunyikan firman-firman Tuhan meskipun itu merupakan suatu teguran kepadanya, atau sesuatu yang mungkin saja menyulitkan posisinya sebagai manusia biasa di tengah umatnya. Muhammad saw menjalankan fungsi ini dengan baik. Beliau tidak berbicara kecuali sesuai dengan wahyu. Beliau tidak membuat-buat ayat-ayat suci dengan mengikuti hawa nafsunya, tidak menambah atau mengurangi apa yang telah disampaikan kepadanya. Hal seperti ini sebaiknya bisa diikuti oleh para pemimpin dakwah saat ini.
2.      Memberikan Teladan
Sebagai seorang pemimpin keagamaan, seorang pemimpin dakwah harus memberikan teladan yang baik kepada umatnya, khususnya dalam melaksanakan ritual-ritual keagamaan dan melaksanakan code of conduct kehidupan sosial masyarakat.
3.      Komunikasi yang Efektif
Dakwah adalah proses mengkomunikasikan pesan-pesan Ilahiyah kepada orang lain. Agar pesan itu dapat disampaikan dan dipahami dengan baik, maka diperlukan adanya penguasaan terhadap teknik berkomunikasi yang efektif. Mehammad saw merupakan seorang komunikator yang efektif. Hal ini ditandai oleh dapat diserapnya ucapan, perbuatan, dan persetujuan beliau oleh para sahabat yang kemudian ditransmisikan secara turun temurun. Inilah yang kemudian dikenal dengan hadits atau sunnah. Keahlian dan kelihaian beliau dapat berkomunikasi telah menarik banyak manusia di zamannya untuk mengikuti ajarannya. Begitu juga dengan orang-orang yang tidak pernah bertemu dengannya yang beriman meskipun tidak mendengar langsung ajaran Islam dari mulut beliau sendiri.
4.      Dekat dengan Umatnya
Rasulullah saw adalah seorang penyeru yang sangat dekat dengan umatnya. Beliau sering mengunjungi sahabat-sahabatnya, bermain dengan anak-anak emreka. Beliau turun langsung melihat realitas kehidupan pengikutnya dan orang-orang yang belum beriman dengannya. Beliau tidak sekedar ceramah dari satu masjid ke masjid lain tetapi menyentuh langsung hati umatnya di tempat mereka berada.
5.      Pengkaderan dan Pendelegasian Wewenang
Rasulullah saw bersabda, “Allah SWT tidak mengangkat ilmu dengan mencabut ilmu itu dari manusia. Melainkan Allah SWT mencabut ilmu melalui wafatnya para ulama.” (HR Bukhari Muslim). Secara tidak langsung hadits ini mengisyaratkan kesadaran beliau tentang perlunya menciptakan kader-kader yang beliau isi dengan ilmu pengetahuan keagamaan yang akan meneruskan dakwah beliau. Pengkaderan ini beliau lakukan terhadap beberapa orang sahabat yang beliau didik dalam ilmu keagamaan. Beliau juga mendelegasikan wewenang kepada beberapa orang sahabat yang telah diberinya ilmu yang mencukupi untuk menyampaikan dan mengajarkan ajaran Islam kepada mereka yang belum atau baru saja memeluk  Islam. Misalnya, beliau mengutus Mush’ab bin Umair ke Madinah untuk menyiarkan Islam disana. Pembinaan dan pendelegasian wewenang ini cukup efektif karena pada gilirannya mereka juga akan membentuk kader mereka sendiri-sendiri sehingga ajaran Islam semakin luas syiarnya.[5]

D.    Kemampuan Kepemimpinan Dakwah
Sebagai pemimpin dakwah harus memiliki beberapa kemampuan atau ketrampilan-ketrampilan agar tugasnya dapat diemban dengan baik. Secara umum kemampuan atau ketrampilan-ketrampilan itu tercermin dalam 3 (tiga) hal, yaitu:
1.      Technical Skill
Ini adalah segala hal yang berkaitan dengan informasi dan kemampuan khusus tentang pekerjaannya. Seperti pengetahuannya dengan sifat tugasnya, tuntutan-tuntutannya, tanggung jawabnya, dan juga kewajiban-kewajibannya. Dalam hal ini dia harus berusaha untuk belajar dan menguasai informasi-informasi skill yang harus dikuasai dalam pekerjaannya.
2.      Human skill
Segala hal yang berkaitan dengan prilakunya sebagai individu dan hubungannya dengan orang lain dan juga cara berinteraksi dengan mereka. Termasuk disini adalah perilakunya dalam hubungan dengan kepemimpinan dan interaksinya dengan kelompok yang berbeda.
3.      Conceptual Skill
Kemampuan untuk melihat secara utuh dan luas terhadap berbagai maalah, dan kemudian mengaitkannya dengan berbagai prilaku yang berbeda dalam organisasi serta menyelaraskan antara berbagai keputusan yang dikeluarkan oleh berbagai organisasi yang secara keseluruhan bekerja untuk meaih tujuan yang telah ditentukan.[6]

E.     Karakter Kepemimpinan Dakwah yang Baik
Setiap pemimpin dakwah dalam proses aktivitas dakwah, harus senantiasa membangun dirinya agar memiliki karakter pemimpin yang baik. Beberapa karakter pemimpin yang baik di antaranya adalah:
1.      Tidak bergaya instruksional.
Pemimpin yang sesungguhnya bukan sekedar mengumpulkan massa, lalu memaksa melakukan ini dan itu dengan gaya instruksi.  Hal seperti ini hanya bisa dilakukan di kantor, yang dilakukan oleh atasan kepada para karyawannya yang digaji.  Kepemimpinan dalam dakwah dan kepemimpinan di tengah masyarakat bersifat sosial. 
Jadi, kepemimpinan bergaya instruksional dan diktator, yang hanya mengandalkan controling dan monitoring tidak akan berhasil.  Kepemimpinan seperti itu hanya akan menghasilkan suasana penuh ketakutan.  Rasa ketakutan akan mematikan potensi seseorang, karena selalu hidup dalam suasana penuh tekanan dan keterpaksaan, bukan kepatuhan.[7]
2.      Pendekatan ide kepemimpinan berpikir.
Pemimpin yang baik harus melakukan pendekatan yang benar terhadap sekelilingnya. Dia harus berbaur dan menyatu dengan orang-orang yang dipimpinnya, bukannya mengambil jarak dan menjadi mercusuar bagi sekelilingnya. Kepemimpinan dakwah harus menggunakan pendekatan ide, karena kepemimpinan dakwah adalah kepemimpinan berpikir.  Aktivis dakwah harus dapat menggerakkan orang-orang di sekitarnya.  Jadi, pemimpin yang baik harus bisa menjadi inspirator dan motivator, bukan diktator. Orang-orang yang dipimpinnya pun bergerak karena kepemimpinan berpikir, bukan karena taklif (instruksi).
3.      Selalu berprasangka baik.
Aktivis dakwah tidak boleh diliputi prasangka buruk (su’uzhan), tetapi selalu diwarnai prasangka baik (hushnuzhan). Jadi, pemimpin jangan hanya melihat kesalahan atau kelemahan dari orang-orang di sekelilingnya, tetapi harus bisa menunjukkan kebaikan mereka sehingga mereka selalu berpikir optimis dan selanjutnya akan menimbulkan rasa percaya diri untuk bisa meraih kesuksesan.[8]
4.      Permudahlah, jangan mempersulit.
Buatlah segala sesuatu menjadi mudah, dan jangan dipersulit. Rasulullah saw. ketika menyeru kepada manusia tidak pernah memaksa, tetapi selalu mengingatkan pada janji-janji Allah.  Pada saat Perang Khandaq, ketika Beliau meminta-minta berulang-ulang kepada para Sahabat agar ada yang memata-matai musuh untuk mencari informasi, dan tidak ada yang merespon, Beliau tidak mencela para Sahabat, tetapi mengingatkan dan terus mengingatkan bahwa Allah akan memberikan kebaikan kepada kita kalau kita melakukan perintah-Nya. Akhirnya Beliau mengutus Huzaifah untuk tugas spionase tersebut.
5.      Memahami realitas manusia sebagai manusia.
Semua manusia punya kelemahan.  Pemimpin harus selalu menasihati, jangan pernah bosan. Abdurrahman bin Rawahah sebagai komandan perang tidak pernah mengatakan kepada pasukannya, “Kalian kan para Sahabat, koktakut berperang.”  Namun,  beliau mengingatkan, “Kita berjuang dengan kekuatan iman kepada Allah dan bukan dengan kekuatan jumlah atau fisik.” Jadi, pemimpin yang baik harus memiliki pengertian terhadap orang yang dipimpinnya, lalu memotivasi dengan mengingatkan tentang ketaatan kepada Allah.  Dengan demikian, pemimpin tersebut akan mendapat banyak kepercayaan dari orang-orang di sekelilingnya.
6.      Memberikan kenyamanan kepada yang dipimpin.[9]
Pemimpin yang baik, ketika berada dimanapun dia disukai, dicintai, bahkan ditunggu-tunggu sebagai tempat curhat, mencari solusi; bukan sebaliknya, menimbulkan ketakutan. Ia memiliki kemampuan empati kepada orang lain dan mau mendengarkan masukan-masukan dari yang dipimpinnya. Ia pun berusaha mencari tahu kesalahannya sebagai pemimpin dari orang lain. Ketika ada kesalahan, justru mengingatkan bahwa kita masih memiliki banyak kesbaikan-kebaikan lain sehingga setiap kesalahan pasti ada jalan keluarnya, dan memberikan keyakinan bahwa kita pasti bisa.
7.      Kondisikan selalu hubungan sebuah tim.
Tujuan dakwah yang agung, yaitu melanjutkan kembali kehidupan Islam, memerlukan sebuah kerjasama tim yang solid.  Oleh karena itu, setiap pemimpin perlu mengkondisikan hubungan tim dalam dakwahnya. Diperlukan upaya pemetaan terhadap potensi dan kondisi yang ada pada setiap individu dan di sekitarnya, kemudian merencanakan bersama apa yang bisa dilakukan dengan potensi dan kondisi yang ada. Selayaknya sebuah tim, kekurangan dari yang satu akan ditutupi oleh kelebihan dari yang lain.[10]

F.      Gaya Kepemimpinan Dakwah yang Efektif
Gaya kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan yang disesuaikan dengan tingkat kedewasaan bawahan yang akan dipengaruhi pemimpin.
Ada beberapa gaya kepemimpinan dalam manajemen, yakni:
a.       Pemimpin yang cenderung berperilaku tugas atau mengarahkan (Task / Directive behavior), yaitu selalu memberi petunjuk kepada bawahan. Pemimpin jenis ini selalu menerapkan komunikasi satu arah dengan menjelaskan hal-hal yang perlu dilakukan anggota staf serta bilamana, diman, dan bagaiman cara pelaksanaannya.
b.      Pemimpin yang cenderung berperilaku sportif / hubungan (Suportive / Relationship behavior), yaitu pemimpin tersebut menerapkan komunikasi dua arah dengan memberikan dukungan sosio-emosional (Socioemotional suport), sambaran-sambaran psikologis / semangat (psychological strokes), dan pemudahan perilaku (Facilitating behaviors).
Dari dua gaya kepemimpinan diatas, dapat disimpulkan bahwa keberhasilan seorang pemimpin adalah apabila ia dapat mengidentifikasikan tingkat kedewasan individu atau kelompok bawahan yang hendak ia pengaruhinya, dan menerapkan gaya kepemimpinan yang sesuai. Dengan kata lain, efektifitas seseorang menajer dalam memimpin bawahannya banyak tergantung dari situasi dan kematangan bawahannya, sebab tidak ada gaya kepemimpinan yang paling baik dan tepat kecuali gaya kepemimpinan yang situasional, karna tidaklah tepat menerapkan gaya kepemimpinan yang sama pada setiap saat / situasi pada problem yang sedang di hadapinya.
Konsep kepemimpinan situasional ini telah dapat membekali manager dengan pedoman untuk menentukan hal-hal yang perlu mereka lakukan terhadap bawahan dalam berbagai situasi dan kondisi sehingga apa yang menjadi tujuannya (cita-cita) dapat dicapai sesuai dengan yang diharapkan.[11]

 IV.            KESIMPULAN
Kepemimpinan dalam pengertian umum adalah suatu proses ketika seseorang memimpin, membimbing, dan atau mengontrol pikiran, perasaan, atau tingkah laku orang lain.
Berdasar pada study kasus yang mengacu pada pengertian diatas, penulis menawarkan beberapa solusi yang memang penulis anggap sangat dibutuhkan dan efektif untuk mencapai tujuan dakwah (keberhasilan dakwah), yakni para dai harus memiliki sifat-sifat mulia seperti yang dicontohkan oleh Rasulallah sebagai seorang  ‘pemimpin dakwah’ dan beberapa sifat-sifat dibawah ini:
1.      disiplin wahyu
2.      memberikan teladan
3.      komunikasi yang fektif
4.      dekat dengan umatnya
5.      pengkaderan dan pendelegasian wewenang
Selain sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin seperti yang dicontohkan oleh rasulallah dan beberapa sifat diatas, pemimpin dakwah juga harus memiliki beberapa kemampuan atau ketrampilan-ketrampilan agar tugasnya dapat diemban dengan baik. Secara umum kemampuan atau ketrampilan-ketrampilan itu tercermin dalam 3 (tiga) hal, yaitu: Technical Skill, Human skill dan Conceptual Skill.
Seorang pemimin yang hebat, selain dia memiliki sifat-sifat yang mulia dan didukung dengan kemampuan atau keterampilan yang kompetitif dan komperhensif, pemimpin juga harus memiliki beberapa karakter yang baik, di antaranya adalah:
a.       Tidak bergaya instruksional
b.      Pendekatan ide kepemimpinan berpikir
c.       Selalu berprasangka baik
d.      Permudahlah, jangan mempersulit
e.       Memahami realitas manusia sebagai manusia
f.       Memberikan kenyamanan kepada yang dipimpin
g.      Kondisikan selalu hubungan sebuah tim
Gaya kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan yang disesuaikan dengan tingkat kedewasaan bawahan yang akan dipengaruhi pemimpin. Efektifitas seseorang menajer dalam memimpin bawahannya banyak tergantung dari situasi dan kematangan bawahannya, sebab tidak ada gaya kepemimpinan yang paling baik dan tepat kecuali gaya kepemimpinan yang situasional, karna tidaklah tepat menerapkan gaya kepemimpinan yang sama pada setiap saat / situasi pada problem yang sedang di hadapinya.

   V.            PENUTUP
Demikian makalah ini penulis susun, penulis menyadari dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan penulis sebagai manusia biasa yang masih dalam proses pembelajaran. Maka dari itu saya selaku penulis makalah ini mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan dan kemajuan kami dalam proses pembelajaran.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin...



[1]Khatib Kayo Pahlawan, Manajemen Dakwah dari Dakwah Konvensional Menuju Dakwah Provesional, (Jakarta: Amzah, 2007),  Hal. 59
[2] Ibid. Hal 60
[3] Wahyu Munir Ilaihi, Manajemen Dakwah, ( Jakarta: Prenada Media, 2006),  Hal. 211
[5] Antonio, Muhammad Syafii. tt. Muhammad SAW The Super Leader Super Manager. Jakarta: Prenada Media.
[6] Munir, Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, ( Jakarta: Prenada, 2006), hal. 213
[7] Muhammad Sulton,  Desain Ilmu Dakwah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2003), Hal. 113
[8] Asep Muhyidin dan Agus Ahmad Safe’i, Metode Pengembangan Dakwah, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), Hal. 39
[9] Faisal, Lalu Muchsin Effendi, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2006) hal.169